BERUNTUNG

Sabtu, Maret 12, 2016 2 Comments A+ a-

Sebuah tulisan yang saya tulis sebelum take off menuju Muscat, Oman

Sebuah tulisan syukur, syukur yang teramat dalam.



Skenario ini dimulai sejak umur saya 5 tahun. Hidup bergelimang harta sejak kecil membuat pribadi saya menjadi instan. Mudah meminta, mudah merengek, tapi sulit bersyukur. Saat usia saya menginjak 5 tahun, ayahanda dipercepat waktunya untuk kembali ke sisi Allah, inalilahiwainailaihi ra'jiun. Rodapun berputar. Biasa di atas, kini di bawah.

Semua menjadi berbeda. Saya telah ditakdirkan tidak naik kelas saat kelas 1 SD. Namun, Ummi memohon kepada wali kelas agar saya bisa naik kelas. Akhirnya wali kelas memutuskan untuk masa percobaan di kelas 2 SD. Semua berubah lagi. Saya mulai sadar, anak yatim tidak boleh manja lagi. Semua harus dilakukan dengan yang namanya "usaha".

Instan, saya yang hampir tidak naik kelas, langsung menempati rangking 10 saat kelas 2 SD di caturwulan 1. Rangking 5 saat caturwulan 2, dan 3. Skenario apa yang telah engkau rancang, ya Allah?

Biasa mudah meminta, kini menjadi sulit. Demi menghemat harta peninggalan ayahanda, saya pindah ke sekolah dasar negeri yang gratisan saat kelas 5 SD. Di sana saya belajar tentang rendah hati. Yang biasanya turun naik mobil di sekolah sebelumnya, kini hanya naik sepeda.

Saya membelajarkan diri saya sendiri untuk merendah hati. Namun, ternyata sulit. Ummi selalu bilang, hidup harus merih (baca: prihatin) gak boleh sombong. Saat pindah ke Sekolah negeri gratisan, saya selalu ranking satu. Heran aja gitu, kok bisa ya yang dulu hampir gak naik kelas, setelahnya grafik akademik naik terus, dan mulai settle diranking satu. Disinilah dimulai ujiannya. Allah sedang menguji, misi rendah hati dan hidup merih saya berhasil gak ya (?).

Skenario selanjutnya, Ummi mengirim saya ke sekolah Katholik. Sama sekali gak belajar agama Islam. Belajarnya agama Katholik. Tiga tahun lho.... Hal itu membelajarkan saya tentang rindunya siraman islami. Saya menjadi pribadi yang kompetitif saat itu. Gak sedikit yang nyinyir "Kok orang Islam bisa-bisanya jadi juara umum di Sekolah Katholik." Ya begitulah. Semoga nikmat saat itu membawa hikamahnya.

Kata orang, SMA adalah masa-masa paling Indah. Ya, saya setuju! Di SMA saya banyak belajar tentang kerja keras. Gak nyangka, dari SMA kelas X saya sudah mendapatkan gaji dari hasil mengajar les gambar yang dibayar 60 ribu per bulan untuk satu anak. Ya Allah, terima kasih skenario Mu yang indah ini.

Singkat cerita, langkah saya digerakkan oleh Allah untuk masuk FMIPA UNJ (cerita lengkapnya silakan baca tulisan saya yang berjudul "Keluar dari Zona Nyaman"). Di sana saya bermetamorfosa. Berubah lagi. Semoga berubah lagi menjadi lebih baik. Ternyata benar, faktor lingkungan itu cukup memengaruhi (cerita lengkapnya silakan baca tulisan saya yang berjudul "Sejuta Kisah Perjuangan Kerudungku"). Saya beruntung!

Allah memberikan nikmat selanjutnya. Yaitu nikmat sakit (Cerita lengkapnya baca tulisan saya yang berjudul "Aku Ingin Segera Sembuh, Ummi"). Hampir setahun. Saya banyak belajar tentang kesabaran. Allah tahu, hambanya yang hina ini, sulit sekali bersabar. Pelan-pelan saya menerima penyakit ini. Mimpi pun gagal diraih, ingin lulus 3,5 tahun, tapi tak sampai. Allah menunjukkan kuasa-Nya, skenario-Nya membatalkan saya untuk lulus 3,5 tahun, diyakinkan dengan tidak dibukanya suatu mata kuliah, sehingga "dengan terpaksa" harus diambil di semester berikutnya.

Beruntungnya saya, dikelilingi teman-teman yang hebat dan mau membantu. Kalau bukan karena Puji dan Fitri, nasib PKM saya bagaimana ya. Semoga kebaikkan mereka segera dibalas oleh Allah.

Kesabaran saya akhirnya berbuah manis. Lagi-lagi Allah memberikan nikmat kepada saya. Penyakit saya diangkat, dan puncaknya saya diberikan nikmat bertemu adik-adik berdarah Indonesia yang berada di Serawak. Kamu tahu, betapa nikmatnya ketika mereka antusias sekali melihat saya menuju sekolah, dan meneriakki, "Cikguuu Giaaaaa, ayooo cikgu cepatlah kita belajar!" Di sana, saya belajar tentang kasih sayang. Allah tahu, hambanya yang keras ini, sulit sekali menangis, terenyuh, bahkan mengasihi saudaranya. Saya beruntung!

Tiba saatnya saya harus angkat kaki dari dunia perkuliahan. 10 hari pasca wisuda saya ditawari oleh dosen untuk "membangun sebuah sekolah". Ya! Saya ingat sekali ketika ditawari oleh Pak Anggoro, "Gia kamu mau gak bantu saya membangun sekolah?" Siapa yang berani menolak ajakan mulia ini, kawan?

Allah memang Maha Mengetahui, mana yang terbaik untuk hambanya. Sebenarnya saya berencana untuk menggeluti pekerjaan yang saya sukai, yaitu menjadi news researcher di salah satu media massa nasional. Namun, dengan mudahnya Allah membalikkan niat saya. Tanpa ragu sedikitpun, saya menerima tawaran dosen saya. Ya Allah skenariomu indah sekali.

Namanya IbadArRahman Islamic Boarding School. Mengajar MTs dan MA. Bertemu calon Hafidz dan Hafidzoh. Ya Allah, setiap hari saya mengajar mereka, hati ini selalu bergetar. Saya jatuh cinta dengan dunia mengajar ini. Saya beruntung atas pemberian nikmatMu ini. Di sini saya mulai belajar menjadi Ibu. Peran saya tidak sekadar menjadi guru, tapi menjadi Ibu bagi mereka. Tidak hanya sekadar mengajar, tapi mendidik, insyaAllah.

Ya Allah terima kasih atas skenarioMu yang Indah ini. Saya beruntung.

Sitti Ghaliyah
Dalam perjalanan menuju Oman.






2 Cuap Cuap

Write Cuap Cuap
Unknown
AUTHOR
Senin, Maret 14, 2016 delete

Segera nyusuuuul ke sanaaaa.. Aamiiin yaa rabbal alamiiin..
*afirmasi diri sendiri*
:'(

Reply
avatar
Gia Ghaliyah
AUTHOR
Senin, Maret 14, 2016 delete

Aamiin Alhumaamiin.. Kita umrah backpacker yuksss *tapi harus udah punya mahram* :p

Reply
avatar

Terima kasih telah berkunjung. Yuk tinggalkan jejakmu!