TBC Membuat Skenario Hidupku Semakin Indah

Minggu, Maret 13, 2016 6 Comments A+ a-


“Berapa banyak vitamin-vitamin berkualitas yang kamu konsumsi sejak kecil? Ummi kasih banyak! Ini semua untuk kesehatanmu, nak! Tapi, lihat dirimu sekarang. Kamu lemah dan sakit.” Begitu bergejolaknya emosi ummiku setelah ia tahu bahwa anak sulungnya sedang menderita penyakit paru-paru.

Ummi kaget sekali, anak-anaknya yang tidak pernah sakit sedari kecil, tiba-tiba salah satu anaknya sakit, dan sakitnya cukup parah. Ibunda mana yang tidak sedih melihat anaknya menderita. Aku yakin, walaupun ia begitu emosi, tidak pernah ada rasa sesal telah merawat dan membesarkan anak-anaknya seorang diri.

Namaku Sitti Ghaliyah. Aku adalah seorang mahasiswi di salah satu perguruan tinggi negeri di Jakarta. Kini usiaku 22 tahun. Ayahandaku meninggal sejak aku berusia 5 tahun. Dan aku mempunyai dua adik perempuan yang memang jarak umur kami tidak terlalu berjauhan. Sudah 17 tahun dilewati ummiku seorang diri untuk membesarkan ketiga buah hatinya dengan sangat baik. Ia mengalahkan ibu manapun di dunia ini. Ia sungguh wanita kuat.

Ummiku teramat trauma dengan penyakit paru-paru, suasana rumah sakit, dan bahkan dengan penderitanya. Diumurnya yang masih sangat muda, 27 tahun, ia sudah kehilangan ayahanda dan suami tercintanya karena penyakit paru-paru. Aku tahu, ummiku sungguh tidak ingin mengingat memori lama itu lagi, memori tentang kakek dan ayahandaku terbaring lemah di rumah sakit karena penyakit yang dideritanya.


***

Oktober 2014

Mukaku pucat dan dadaku sesak. Batukku sungguh sakit sekali, seperti bagian toraks menggenggam erat paru-paruku. Aku sudah lama sekali batuk-batuk, sejak pertengahan tahun 2014. Tak aku hiraukan penyakit batuk-batukku ini. Toh biasanya sembuh hanya dengan meminum obat warung ditambah dengan istirahat yang cukup. Tatapi kenyataan berbicara lain. Batukku tak kunjung sembuh, aktivitasku semakin tinggi intensitasnya, dan pola makanku juga menjadi tidak teratur.

Aku bilang kepada ummi, “Mi, batukku kok tidak kunjung sembuh yaaa?” Ummi hanya menyarankan minum obat batuknya yang rajin.

Ia memang sering menghiraukan jikalau anak-anaknya sedang sakit, apalagi sakitnya hanya batuk, flu, dan sakit perut. Anak-anaknya sudah besar, ia yakin pasti penyakit ringan seperti itu sudah bisa diatasi sendiri. Ummi memang mempunyai strategi lain dalam menjamin kesehatan anak-anaknya, yaitu memberikan vitamin berkualitas sejak kecil. Tak dihiraukannya berapa biaya mahal yang ia keluarkan untuk membeli vitamin-vitamain itu. Ia berharap, anak-anaknya ketika besar nanti akan tercipta imun antibodi yang kuat, sehingga tidak mudah sakit.

“Tapi batukku sudah lama sekali, Ummi,” ucapku dalam hati.

Temanku bilang, “Mungkin kamu terkena Tuberculosis, gi. Ciri-cirinya itu, si penderita batuk-batuk terus walaupun sudah lama. Kamu gak batuk darah kan?”

Astagfirullah, jangan sampai deh batuk darah,” jawabku.

Ummi tetap kekeh untuk tidak akan pernah memeriksakanku ke dokter, apalagi membawaku ke rumah sakit.

Ia selalu bilang bahkan dengan nada emosinya, “Ummi trauma dengan rumah sakit. Kakek dan Bapak kalian di rumah sakit menderita sekali. Ummi yang susah payah merawatnya,”

Bisa saja aku pergi ke klinik terdekat ditemani adikku untuk memeriksakan batuk yang tak kunjung sembuh. Tapi tetap saja, langkahku berat sekali, jikalau ibundaku tidak mengizinkannya. Hari demi hari, batukku semakin parah dan napasku sering sesak. Badanku mengurus, dan rangka toraksku sangatlah terlihat. Aku lemah seperti tak merasakan adanya tulang yang menopang tubuhku. Sungguh lelah dan sakit sekali, jika batuk-batuk itu datang. Dengan berat hati, 13 Oktober 2014, ummiku mengizinkan untuk berobat ke klinik terdekat.

Dari hasil rontgen, paru-paru kanan dan kiriku terinfeksi. Kata dokter paru-paruku bagian kiri sudah bolong, Subhanallah. Di kiri paru-paruku juga ada sedikit cairan. Ya, aku positif menderita TBC Paru-paru. Ummiku sudah tidak mampu berkata-kata lagi. Aku sangat membaca jelas, ada kemarahan di matanya kepadaku.

Dengan lantang dan penuh emosi ia bertanya, “Kenapa kamu sampai terkena penyakit TBC (Tuberculosis) Paru-paru ini? Kamu beraktivitas dimana? Bertemannya dengan siapa saja?” Hanya air mata yang bisa menjawab semua pertanyaan-pertanyaan ummiku.

Gumamku dalam hati, “Allah ingin aku lebih mencintai dan menyayangi-Nya, Ummi.”

Penyakit Tuberculosis ada beberapa macam, salah satunya yang paling banyak diderita masyarakat adalah Tuberculosis paru-paru (TBC Paru-paru). Tetanggaku sudah banyak berpulang ke rahmatullah karena penyakit ini. Ummiku sudah banyak mendengar cerita-cerita dari teman-temannya tentang penderita TBC Paru-paru.

Hatinya semakin menyerah melihat kondisiku, sampai ia melontarkan pertanyaan, “Kamu mau sembuh atau mati saja?”

“Aku kuat! InsyaAllah,” gumamku.

Penyakit Tuberculosis paru-paru disebabkan karena tertular dari penderita penyakit tersebut sebelumnya, mungkin kerabat keluarga, sahabat, tetangga yang memang sudah melakukan interaksi secara intens dengan penderita yang baru.

“Tapi aku tidak pernah bergaul dengan teman-teman yang juga mengidap TBC, Ummi. Keluarga kita pun juga tidak ada,” sahutku.

Saat Allah menakdirkan kita untuk sakit, pasti ada alasan tertentu yang menjadi penyebab itu semua. Tidak mungkin Allah melakukan sesuatu tanpa sebab yang mendahuluinya atau tanpa hikmah di balik semua itu. Allah pasti menyimpan hikmah di balik setiap sakit yang kita alami. Allah telah mempersiapkan skenario indah-Nya untukku. Aku yakin itu. Sungguh, tidak layak bagiku untuk banyak mengeluh, menggerutu, apalagi su’udzhan kepada Allah. Na’udzu billah…

Desember 2014

Ia ibu yang sungguh berbeda dari ibunda manapun yang ada di dunia. Ia kuat, ia tegar, ia tangguh, mengalahkan pahlawan wanita terhebat di Indonesia. Ia mengajarkan ketiga anak-anak perempuannya untuk selalu kuat, tegar dan tangguh dalam kondisi apapun. Ia selalu berhasil menyiratkan rasa kasih sayang seorang ibu kepada anaknya, walaupun dengan cara yang berbeda dari ibunda manapun.

Ia marah kepadaku, karena aku sakit dan hanya mampu melakukan aktivitas seminimal mungkin. Akupun tak enak hati hanya bisa melakukan hal-hal yang mudah saja dan tidak produktif seperti dulu. Keadaan ini memang serba salah. Aku sakit dan tidak bahagia, Astagfirullah. Tapi aku tahu, ummi marah karena ia ingin menutupi kesedihannya yang begitu mendalam. Aku hanya bisa bersabar menghadapi kondisiku yang sekarang.

Ummi semakin sedih melihat mukaku yang pucat dan tubuhku yang semakin kurus. Akhirnya ia sendirilah yang memutuskan untuk membawaku ke Rumah Sakit. Aku sudah terbaring lemah di ruang UGD dengan infus dan selang oksigen. Ummiku selalu bolak-balik keluar masuk Rumah Sakit untuk beradaptasi. Aku tahu, ia sedang belajar mengusir rasa traumanya.

Selama tujuh hari, aku terbaring di Rumah Sakit. Ummi yang menemaniku selama berada di sana. Ia sungguh sabar. Ibundaku yang penuh dengan emosi tapi ternyata emosi kasih sayang yang ia ungkapkan selama merawatku. Memang tak pernah terucap, “Sabar ya, nak,” tapi aku yakin, ibundaku menyiratkan kata-kata yang lebih bermakna dari itu. Aku lega, ia mampu mengatasi rasa traumanya dengan suasana Rumah Sakit, penyakit paru-paru, dan penderitanya.

Suatu malam aku terbangun karena ingin buang air kecil, dan tak sengaja aku melihatnya menitihkan air mata. “Ummi apa yang sedang kau pikirkan sebenarnya?” ucapku dalam hati.

“Hendaklah kita harus bersabar dan ridha terhadap sakit yang sedang aku derita, Ummi. Dengan bersabar, kita akan mendapatkan apa yang dijanjikan Allah terhadap orang yang bersabar: ‘Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas’ (QS. Az-Zumar: 10),” batinku berucap dalam lelap tidur.


Baca juga: TBC Membuat Skenario Hidupku Semakin Indah

Aku mendengar ibundaku berbisik, “Syafakillah, nak. Ummi hanya ingin kamu punya semangat untuk sehat, agar ummi tak berlarut dalam kesedihan terus,” pinta ummiku.

“Aku akan segera sehat, Ummi. Semangat sehat ini untukmu.”


***

Aku mencoba tegar. Aku yakin, aku akan segera sehat. Sudah lama aku tidak masuk kuliah. Padahal aku sedang di semester terakhir yang sedikit lagi menyelesaikan skripsi. Juni 2014, aku salah satu mahasiswi istimewa yang diberikan kesempatan untuk mengikuti program lulus S1 3,5 tahun. Sayang, mimpiku pupus… Aku semakin lemah saat itu. Sampai puncaknya, Oktober 2014, aku menyerah untuk tidak meneruskan skripsiku yang sedikit lagi selesai.

Januari 2015, aku mulai bangkit. Dengan kondisi kesehatan yang masih lemah, aku mencoba menata puing-puing mimpiku. Gagal sudah lulus 3,5 tahun. Tapi, aku yakin, Allah punya skenario lain.

Aku teruskan skripsiku dan mulai menyiapkan diri untuk menghadapi sidang pra skripsi di awal Februari 2015. Benar, Allah telah menyiapkan hadiah untukku. Hadiah pertama, Proposal PKM (Program Kreativitas Mahasiswa) yang sudah kurancang sebelum sakit, ternyata berbuah manis. Aku mendapatkan hibah dari DIKTI. Allah baik sekali, hibah ini merupakan beasiswa pengerjaan skripsiku. Alhamdulilah, aku bisa berhemat. Anggaran pengerjaan skripsi, bisa aku gunakan membeli obat dan susu kambing untuk menyembuhkan penyakit TBC ini.

Selama enam bulan, aku menjalani pengobatan. Selama itulah, setiap dua minggu sekali, aku harus memeriksa kesehatan ke dokter TBC Paru. Allah menguatkanku. Selama pengobatan, aku menyibukkan diri dengan penyelesaian skripsiku ini. Alhamdulilah, Allah memberikan hadiah selanjutnya. Di bulan Juni 2015, aku berhasil mendapatkan medali emas dalam International Young Inventors Award 2015 karena penemuanku tentang modul elektronik, media pembelajaran mandiri untuk siswa SMA. Sungguh, ini hadiah yang tak terduga.

Dua minggu setelahnya, aku diizinkan untuk sidang skripsi. Alhamdulilah, Allah mengamanahkanku menjadi wisudawan terbaik di jurusanku. Aku bawa pulang predikat IPK cumlaude.

Tak sampai di situ, lagi-lagi Allah memberikan skenario indah-Nya untukku. Siapa sangka, aku yang sedang menjalani pengobatan TBC ini diberikan kesempatan untuk menjadi salah satu dari 40 volunteer pengajar muda untuk pergi ke Serawak, Malaysia. Saat itu, tepat bulan ke-enam, aku menjalani pengobatan. Aku harus memeriksakan toraksku kembali.

Dari hasil rontgen, dokter menyatakan aku sembuh. MasyaAllah, Allah benar-benar membuat skenario hidupku semakin bermanfaat untuk orang lain. Aku diizinkan oleh ummi dan dokter untuk pergi ke Serawak. Di sana, aku bertemu dengan adik-adik berdarah asli Indonesia. Mereka anak-anak dari buruh migran Indonesia yang bekerja di ladang kelapa sawit. Sungguh, miris sekali setelah mengetahui keadaan pendidikan di sana. Aku bersyukur sekali, Allah mengizinkanku untuk bertemu dengan adik-adikku di Serawak.

Massa badanku naik 3 Kg lho!

Sepulang dari Serawak, bulan September 2015, aku telah diwisuda. Sepuluh hari kemudian, aku ditawari pekerjaan oleh dekan fakultasku.

“Gia, maukah kamu membantu saya untuk membangun sekolah?” tanya dosenku saat itu.

Tanpa pikir panjang, “Aku bersedia, Pak!”

Allah mudah sekali mengubah niatku. Aku sudah berencana ingin melamar di salah satu media massa nasional untuk menjadi seorang news researcher. Namun, tanpa pikir panjang, tawaran dosenku, langsung aku terima.

Indah sekali, skenario Allah untukku. Allah menguatkanku. Allah membuatku percaya, bahwa aku mampu menghadapi ini semua. Allah menyembuhkan penyakitku. Dan mulai sekarang aku harus menjaga amanah sehat ini. Sekarang, aku mulai menjalani aktivitasku sebagai salah satu tenaga pendidik di sebuah Islamic Boarding School di daerah Pandeglang. Namun, ceritanya, tak hanya sampai di sini.

Allah menyiapkan skenario lain untukku.


***
Soon! Part II

6 Cuap Cuap

Write Cuap Cuap
Hanan M
AUTHOR
Minggu, Maret 13, 2016 delete

tetap semangat kak!!! kakak hebat banget, banyak prestasi yang dapat di raih walau dalam keadaan yang kurang baik.. skenario Allah memang indah!
kak jika berkenan bisa folback blog saya ? hehe :)

Reply
avatar
Senin, Maret 14, 2016 delete

masya Allah kak gia :) *ikutan nangis bacanya)

Reply
avatar
Gia Ghaliyah
AUTHOR
Senin, Maret 14, 2016 delete

Folback? Pastiiiii dong.. *ke TKP*

Memang ya, Indah banget....

Reply
avatar
Senin, Maret 14, 2016 delete

Semangat kak Giaaaa. Sabar itu selalu membuahkan hasil yang terbaik. Intinya percaya aja sama Allah :)

Reply
avatar
Gia Ghaliyah
AUTHOR
Senin, Maret 14, 2016 delete

Kamu semangat juga yaaa \^0^/

Reply
avatar

Terima kasih telah berkunjung. Yuk tinggalkan jejakmu!