Keluar Zona Nyaman

Selasa, Maret 29, 2016 2 Comments A+ a-

Sumber Foto 

Bicara soal mimpi tidak melulu tentang keinginan. Bicara soal keinginan tidak melulu tentang zona yang nyaman. Bicara soal mimpi, berarti berbicara soal tantangan. Tantangan memacu adrenalin kita untuk mampu mengalahkan kelemahan yang ada pada diri kita. Tantangan hanya dapat kita temukan di luar zona nyaman kita. (Sitti Ghaliyah)

Pertanyaannya, apakah kamu siap menerima tantangan?

Ketika dinyatakan lulus dari SMA/SMK dan sederajat, apakah yang kamu pikirkan? Saat itu, aku hanya memikirkan bagaimana caranya agar aku mampu mengalahkan diriku sendiri. Aku lebih memilih mencari tantangan dengan cara keluar dari zona nyaman. Tidak pernah terpikirkan bahwa akhirnya aku mampu mendapatkan predikat cum laude dan wisudawan jurusan fisika terbaik tahun 2015, serta mahasiswa berprestasi MIPA tahun 2014. Alhamdulilah, segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam.

***

Selepas status “siswa”, aku siap untuk mempunyai status baru, yaitu “mahasiswa”. Untuk mendapatkan status yang baru, sungguh hati ini galau sekali untuk memilih jurusan apa yang “sesuai” denganku. Sejujurnya, aku bingung mendefinisikan kata “sesuai”. Sesuai yang kumaksud adalah sesuai karena aku mampu berada di sana, bukan karena keinginan belaka.

Tanpa ragu, aku memilih jurusan kuliah dengan segudang tantangan di dalamnya. Pertimbangannya ada dua ketika aku memilih jurusan yang sesuai dengan aku, yaitu jurusan yang sangat aku kuasai atau jurusan yang sangat tidak aku kuasai. Jurusan yang sangat aku kuasai adalah jurusan yang menjadi passion-ku sejak di bangku SMA. Sedangkan jurusan yang tidak aku kuasai adalah jurusan yang menuntutku untuk keluar dari zona nyaman.

Lalu, pertanyaannya adalah apakah aku mampu berada di jurusan dengan segudang tantangan di dalamnya?

Aku hanya ingin menjadi calon mahasiswa yang "sok berani", karena aku telah berjanji, jika aku berhasil dengan keberanianku ini, aku akan menceritakannya kepada siapapun yang terhalang dengan ketakutannya tersebut. Dengan mengucap bismillah, aku memilih untuk keluar dari zona nyaman, yaitu memilih jurusan fisika di Universitas Negeri Jakarta.

Baca juga: Makna Berprestasi Part 1

***


Ketika di bangku SMA, aku berada di kelas peminatan IPA. Selama tiga tahun, aku sering sekali mempelajari mata pelajaran eksak, seperti matematika, fisika, biologi, dan kimia. Nilai-nilai untuk keempat mata pelajaran tersebut cukup dibilang memuaskan, kecuali fisika. Entah apa yang terjadi, fisika selalu membuatku remedial, pusing, dan frustasi, karena sukarnya materi-materi mata pelajaran fisika.

Matematika adalah mata pelajaran kesukaanku, karena aku sangat suka berhitung. Biologi juga merupakan mata pelajaran kesukaanku, karena aku sangat suka sekali dengan gambar-gambar yang ada pada materi-materi biologi. Sedangkan kimia, alhamdulilah aku tidak pernah sekalipun remedial. Hanya fisikalah, mata pelajaran yang membuat aku sangat ketakutan, yaitu takut karena akan menghadapi Ujian Nasional. Aku sangat takut tidak lulus karena jatuhnya nilai Ujian Nasional mata pelajaran fisika.

Dua bulan sebelum Ujian Nasional tahun 2011 berlangsung, aku hanya memikirkan kemampuanku untuk menghadapi soal-soal fisika. Setiap hari, hanya soal-soal fisika sajalah yang aku lahap. Hari demi hari, soal-soal fisika semakin akrab denganku, Alhamdulilah. Aku menjadi yakin menghadapi soal-soal Ujian Nasional mata pelajaran fisika. Dengan kehendak Allah, akhirnya aku lulus, walaupun dengan nilai Ujian Nasional mata pelajaran fisika paling kecil diantara nilai mata pelajaran lainnya yang aku dapatkan.

Fisika telah menjadi momok dalam benakku. Namun, karena fisikalah aku semakin penasaran dengan kemampuan diriku sendiri. Hanya satu pertanyaan tantangan untuk menjawab mengapa pada akhirnya aku memilih jurusan fisika. Pertanyaan tersebut adalah “Sejauh mana aku tidak mampu menghadapi fisika?” Hanya bermodalkan pertanyaan tersebut, akhirnya aku memutuskan untuk terus melanjutkan bergulat dengan fisika di bangku perguruan tinggi.

Baca juga: Makna Berprestasi Part 2

Jurusan fisika adalah pilihan jurusan pertama ketika aku mendaftar ujian mandiri Universitas Negeri Jakarta. SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri) tahun 2011 tidak aku ikuti, karena aku hanya ingin masuk jurusan fisika kelas bilingual melalui ujian mandiri UNJ.

“Saya kok sok berani banget yah, ingin masuk jurusan fisika dan kelas bilingual pula,” ucapku dalam hati.

Ini dia tantangannya! Setelah melewati ujian tertulis dan juga seleksi wawancara bahasa Inggris, akhirnya dengan izin Allah, aku berhasil mendapatkan status mahasiswa jurusan fisika, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Jakarta angkatan 2011. Pintu keluar zona nyaman sudah tertutup rapat-rapat. Di depan mataku, hanya ada pintu-pintu dengan segudang tantangan di dalamnya. Misiku hanya satu, yaitu menjawab pertanyaan, “Sejauh mana aku tidak mampu menghadapi fisika?”

Hari demi hari terlewati, dan tak terasa semester pertama sudah berakhir. Pertanyaan misiku berhasil terjawab, yaitu “Alhamdulilah saya mendapatkan IP tertinggi seangkatan loh!”

Belum puas dengan jawaban tersebut, aku mencoba di semester-semester berikutnya. Aku tantang diri ini untuk ikut organisasi di kampus, dengan misi menjadi seorang mahasiswi organisator tetapi tetap berprestasi. Alhamdulilah, dengan izin Allah, aku mendapatkan gelar Mahasiswa Berprestasi Fakultas MIPA di tahun 2014.

Baca juga: Tapi, Apakah Kamu Pernah Keluar Kandang?

Selama berstatus mahasiswa, aku membagi tahun-tahun kuliah menjadi empat kefokusan, yaitu tahun pertama adalah tahun adaptasi, tahun kedua adalah tahun organisasi, tahun ketiga adalah tahun prestasi, dan tahun keempat adalah tahun skripsi. MasyaAllah, Allah memudahkan jalanku untuk berjuang di luar zona nyaman ini. Akhirnya, aku mendapatkan jawaban yang tepat dengan pertanyaan misiku di awal kuliah, yaitu fokus, karena sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Seperti dalam potongan surat Al-Insyirah 94: 6-8 dalam Al-Qur’an, yang artinya:

“… Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai dari suatu urusan, tetaplah bekerja keras untuk urusan yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap.”

Ditahun keempat, predikat cum laude dan gelar wisudawan terbaik Jurusan Fisika 2015 telah aku raih. Alhamdulilah, aku berhasil membuktikan ketakutanku dengan menjawab segudang tantangan di luar zona nyaman. Jika aku bisa, mengapa kamu tidak?

Tulisan ini sudah dibukukan dalam Buku Antologi yang berjudul "5 Hidayah Merajut Perguruan Tinggi".

2 Cuap Cuap

Write Cuap Cuap
Unknown
AUTHOR
Kamis, April 07, 2016 delete

Inspiratif sekali untuk para pemuda yang sedang ragu-ragu dalam menentukan sebuah keputusan besar. Tinggalkan zona nyaman, dan kau akan dapat sejuta tantangan. Tapi nikmati rasa syukur tiada tara ketika tantanggan itu berhasil kau taklukkan.

Reply
avatar
Gia Ghaliyah
AUTHOR
Kamis, April 07, 2016 delete

Alhamdulilah yah :) pokoknya jangan ketakutan duluan untuk keluar dari zone nyaman.

Reply
avatar

Terima kasih telah berkunjung. Yuk tinggalkan jejakmu!