Ketika Ibu Guru Gia Marah, Rasanya itu...

Kamis, Maret 31, 2016 16 Comments A+ a-

Sumber Gambar

Sewaktu aku masih duduk di bangku sekolah, aku pernah menyaksikan beberapa guru marah besar di dalam kelas, bahkan sampai ia mengerluarkan kata-kata kasar. Saat itu sih yang aku ingat, ia mengeluarkan kata kasar dalam bahasa daerahnya. Dalam hatiku saat itu, lebay banget sih Bu Guru marah-marah terus di dalam kelas.

Aku memang termasuk siswa baik-baik. Yaaa jarang banget deh bikin kesalahan sampai membuat guru marah, Alhamdulilah. Jadi, aku suka heran sendiri, kok bisa sih sampai segitunya guru marah-marah sama temanku yang lain-yang sebenarnya akupun tak tahu kesalahan temanku itu apa-wallahuwa'lam

Ada sebuah Hadist Riwayat Bukhari, 

Abu Hurairah RA berkata: Ada seseorang datang menemui Nabi SAW seraya berkata: “Wahai Rasulullah, berilah aku wasiat.” Maka Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah kamu marah.” Beliau mengulanginya berkali-kali, dengan berkata: “Janganlah kamu marah,” 

Tuh kan! Jangan marah!
Tapi kenapa ya, guruku selalu marah? Apakah dia tidak bisa menahan emosinya?

Waktu berjalan begitu cepat ternyata. Saatnya aku merasakan di posisi sebagai guru. Beberapa minggu lalu, aku sudah tak bisa lagi menahan emosi. Kesal sekali! Kesal karena melihat santri-santriku meremehkan fisika. 

Saat itu aku menyelenggarakan ulangan harian fisika Bab Tekanan Zan Cair untuk kelas VIII Putra. Disaat teman-teman yang lain sedang serius mengerjakan ulangan harian fisika, ada empat santri yang mengerjakan ulangan sambil ketawa-ketawa,  Aku heran, apa yang lucu. Harusnya ketawapun gak akan sempat ketika sedang menjawab soal-soal fisika. Mungkinkah mereka menyepelekan fisika?

Akhirnya, aku menyuruh empat santriku untuk keluar kelas.

"Ada yang lucu, Rizal dan Fahad? Kenapa ketawa? Kok gak serius mengerjakan soalnya?" teguran pertamaku kepada dua santri.

Mereka diam.

Beberapa menit kemudian, mereka cengengesan lagi.

Tanpa ba bi bu, aku langsung memerintahkan mereka untuk keluar kelas. "Keluar kalian! Saya tidak suka kalian meremehkan fisika! Tahukan teman-teman di sekitar kalian sedang serius mengerjakan soal! Keluar!"

Merekapun keluar kelas. Lembar soal ulangan harian mereka aku ambil.
Kelaspun hening.

Beberapa menit kemudian, dua santri putra ada lagi yang berbuat ulah. Ketawa-ketawa kecil lagi. Aku sadar, karena kelas yang hening sekali, tiba-tiba ada suara orang ketawa di bagian pojok kiri.

Aku hampiri ke meja mereka.
Lansung aku ambil kertas ulangannya.
"Keluar!" sambil aku isyaratkan ke arah pintu.

***

Aku jadi teringat momen-momen ketika guruku marah-marah di dalam kelas. Aku jadi tahu bagaimana rasanya marah-marah kepada murid. Ya Allah, sungguh rasanya tidak enak sekali! Rasanya aku telah mendzholimi hak mereka. Hak untuk menerima ilmu dari gurunya. Aku? Aku malah mengusir mereka keluar kelas. Harusnya aku kasih mereka kesempatan untuk mengerjakan soal ulangan, seperti kesempatan teman-teman lainnya.

Maaf, aku sudah tak tahan lagi menahan amarah. Sungguh, aku merasa mendzholimi mereka, empat santriku.

“Barangsiapa yang menahan amarahnya sedangkan ia mampu untuk mewujudkannya, Allah akan menyebut dan memujinya pada hari kiamat kelak di hadapan seluruh makhluk, hingga dia diberi pilihan untuk mengambil bidadari mana saja yang ia kehendaki,” (HR. Tirmidzi)

Aku janji, ini pertama dan terakhir kalinya aku marah sampai mengusir santri dari kelas. Sebenarnya pemarah ataupun ngambek gitu, bukan karakterku banget. Selama aku mengajar sebagai guru fisika, aku memang selalu manis di depan mereka.  Bisa kalem, bisa serius dan fokus, terkadang melucu, dan sedikit menegur, jikalau mereka mulai tidak fokus atau ada yang sudah mengantuk. Tapi alhamdulilah, teguran jarang terjadi lho! Makanya, saat aku marah kemarin itu, santri-santri heran, kok Bu Gia tumben bisa marah sampai mengusir keluar kelas.

Bisa kalem, bisa fokus, bisa ngelucu, ngegemesin, bisa juga tegas, itu semua untuk mengendalikan emosi santri.

Ternyata, menjadi guru tidaklah mudah. Marah adalah tantangan terbesarnya! Aku harus pandai-pandai mengatur emosiku sendiri dan harus jago mengendalikan emosi santri.

Ada beberapa keistimewaan jika seseorang mampu menahan amarahnya, diantaranya:
  • Dipuji dan dicintai oleh Allah SWT.
  • Menjalankan wasiat dari Rasulullah.
  • Termasuk orang yang kuat.
  • Dijauhkan dari murka Allah SWT.
  • InsyaAllah masuk surga

Marah itu kunci kejelekan dan menahan diri dari marah adalah kunci seluruh kebaikan.

Ulangan harianpun berakhir. Aku keluar kelas. Empat santriku ternyata duduk manis dekat tangga (di samping kelas). Aku melihat sekilas raut wajah mereka. Mereka menyesal sekali. Akupun sungguh menyesal atas perbuatanku mengusir mereka keluar kelas.

Aku ke ruang guru, mengambilkan soal ulangan harian fisika yang baru. Aku meminta mereka untuk mengerjakan kembali dan dikumpulkan sampai waktu istirahat berakhir.

Dan mereka mengerjakannya.

Aku mengucapkan maaf dan terima kasih kepada empat santriku. 

"Jangan lakukan seperti itu lagi ya, Nak. Saya kurang suka kalau kamu meremehkan fisika. Harus fokus dan hargai teman lainnya yang sedang serius mengerjakan."

"Iya bu, kami minta maaf."

“Yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan,” (QS. Ali Imran [3]: 134).

Janji, aku tidak akan lagi mendzholimi hak mereka untuk menerima ilmu seperti hak yang aku berikan kepada santri-santri lainnya. Semoga aku mampu menahan amarahku. Aamiin...


Ternyata Allah menjanjikan surga bagi orang yang mampu menahan amarahnya. 

Abu Darda’ RA berkata: Ada seseorang yang datang menemui Rasulullah SAW dan bertanya: “Wahai Rasulullah, tunjukilah aku sebuah amalan yang dapat memasukkan aku ke dalam surga!” Rasulullah SAW menjawab: “Jangan marah, dan bagimu surga,” (HR. Thabrani)

Lalu, kalau seorang guru terlanjur kesal melihat tingkah laku muridnya, sebaiknya bagaimana ya?

Saranku, langsung istigfar seikhlasnya dalam hati. InsyaAllah amarah itu akan memudar. Guru memang gak harus selalu senyam senyum, baik hati, ataupun lemah lembut kok. Karena murid kitapun butuh dididik, ada yang harus dilembutin, tapi ada juga yang memang harus ditegasin. Pandai-pandai mengendalikan emosi diri dan emosi murid ya. 

Launch!

Rabu, Maret 30, 2016 4 Comments A+ a-

Bismillah...

Guys, I wanna launch my new blog! Jeng...jeng...jeng....

Ini dia!

Rekam Jejak GIA

www.giaghaliyah.com

Sebenarnya ini resolusi sejak tahun 2015. Mau berubah! Mulai dari beli domain dot com, ganti header, template baru, dan sebagainya. Apalah daya, itu semua baru terwujud di tahun 2016. Semenjak aku sudah punya gaji *azzeeeek Alhamdulilah.


Resolusi 2016 beberapa sudah tercoret! Yey!

Ini semua berkat campur tangan, adikku, Pertiwi Yuliana and her boy friend, Bang Andre. Jadi Tiwi ini salah satu blogger kece UNJ. Kita bergabung di KOMBUN (Komunitas Blogger UNJ). Aku banyak belajar dari dia, iyalah Tiwi calon editor fenomenal nih!

Kita evaluasi hasil karya mereka yah...

Dimulai dari tanggal 10 Maret 2016. Tiwi nge-WA aku, nanya blognya mau diapaiin, Kak Gia? Buset, ini baru bener! Nyamperin pelanggan. Soalnya aku sudah ngasih kode gitu pas ninggalin comment di blognya. Tiwi langsung nge-chat. Kegercepannya ini perlu ditiru.

Dia nanya, desain blognya mau kayak apa? Langsung saja aku jawab, aku mau yang simple dan nuansa warna maroon.

Kenapa simple? Karena karakterku yang lumayan simple dan selalu apa-apa maunya to the point ajah. Kalau warna maroon, itu warna kesukaan aku ya. Catet.

Langsung deh kita ngomongin harga. Harga sesama anak KOMBUN.

Perubahan yang telah dilakukan Tiwi, diantaranya:

Template

Aku suka! Karena simple. Beneran simple. Dan ada warna maroonnya, walaupun cuma garis-garis dan beberapa pernak-pernik lainnya. Aku sempat ganti dua template kalau gak salah. Template yang pertama, gak bisa italic sama numbered list saat kita mau memosting tulisan. Terus ganti template yang kedua. Alhamdulilah semua bisa. Tapi, pas mau mencoba share ke media sosialku, muncul xxx gitu. Ternyata kata Tiwi, meta tag Author belum diisi. Terus aku juga harus mengisi description post terlebih dahulu sebelum mem-publish postingan. Walaupun ada krikil-krikilnya, tapi dibenerin langsung sama Tiwi. Dan sekarang udah beres. Res...res..res!

Header

Header ini asli buatan tangan Tiwi. Selain jago sketsa, ternyata doi jago bikin vector ya. Keren deh. Awalanya dia minta foto aku. Tapi aku bilang, Tiwi cari aja di instagramku. Dan surprise! Tanpa izin sebelumnya, Tiwi tiba-tiba udah bikin vector pakai foto saat aku wisuda. Keren! Pilihan yang tepat! Puas pokoknya. Kalau lihat pertama kali di HP warnanya maroon. Tapi kalau lihat di laptop, warnanya cenderung magenta. Tapi, kalau dilihat lama-lama, maroon warnanya deh. Kok bisa gitu ya? Kayaknya mataku yang rada-rada deh.

BTW, header yang sekarang ini revisinya sampai tiga kali. Karena aku yang banyak maunya! hahaha. Awalnya aurat tangan keliatan. Lalu, aku minta Tiwi untuk tangannya ditutupin warna maroon (biar terkesan pakai manset). Dan sudah Tiwi lakukan. Eeeehhh aku ternyata rewel lagi. Kurang sreg sama jenis tulisannya (tulisan Rekam Jejak GIA). Dan Tiwi membenarkannya lagi. Ya pokoknya gitu deh, aku banyak maunya, tapi Tiwi dengan sabar terus merevisi. Professional yah!

Domain

Doamain diaktifin Tiwi tanggal 11 Maret 2016. Dan baru bisa diakses keesokan harinya. Untuk domain oke ya. Gercep deh!

Perintilan Lainnya

Seperti ukuran tulisan kekecilan, deretan sosmed gak mau di bawah, home dkk gak mau dipojok, related post yang kebesaran, pokoknya semua kritikanku beres semua. Terima kasih Tiwi, a ton of love for you!


Jadi, selamat datang di Rekam Jejak GIA!

Kemarin brand-nya GIA's Words. Entahlah aku jadi mengubahnya. Berharapnya di Rekam Jejak GIA ini, semua buah pikiranku, aktivitas, apapun deh, semuanya terekam di blog ini. Terus aku juga mengganti kata panggilan "gue" menjadi "aku". Mau belajar aja sih untuk membiasakan diri buat ngomong sama suami nanti, hehehe. Postingan jadul gak aku hapus. Biarkan saja deh. Kalau kamu iseng-iseng ngeklik tulisan lama, ampun deh pasti ilfeel banget hahaha. Akan terasa sekali transformasinya seorang Gia.

Oia, untuk konten nih ya. Ada beberapa konten baru, yaitu Rekam Jejak Gia, Wara-wiri Pranikah, dan Catatan Bu Guru Gia. Ngasih tahu aja sih. Yaudah ya. Selamat menikmati, semoga blog ini bermanfaat untuk aku dan kamu. Dan semoga aku menulisnya konsisten terus ya! Amiin....

Bagaimana menurutmu, penampilan Rekam Jejakku yang sekarang?



"Karena dengan menulis, saya meninggalkan banyak jejak sebagai saksi bahwa saya ikut andil memberikan solusi-solusi untuk bangsa ini."

Salam,

Gia Ghaliyah












Mimpiku Memperjuangkan Kerudung Ini

Selasa, Maret 29, 2016 1 Comments A+ a-



"Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan kerudung-kerudungnya ke seluruh tubuh mereka.” (Q.S. Al-Ahzab: 59)

“Buset! Ini kakak-kakaknya kok kerudungnya panjang (baca: syar’i) semua, ya?” gumamku ketika langkah pertama memasuki atsmofer kampus dan melihat banyak kakak-kakak tingkat yang menggunakan kerudung syar’i.

Bismillahhirommanirrohim....

Dua tahun silam, sungguh asing bagiku menginjakkan kaki ini untuk pertama kalinya melihat suasana kehidupan kampus yang baru. Kuliah pertama sangatlah membuatku terkejut. Melihat banyak sekali perempuan-perempuan Muslim dengan kerudung panjang yang terulur di dadanya, melihat banyak dari mereka yang menggunakan gamis dan rok, melihat betapa sopan santunnya tingkah laku mereka, serta salam ramah cipika-cipiki-nya. Aku mulai penasaran dan tertarik untuk mengetahui seperti apa cerminan seorang muslimah sebenarnya.

Lama mempelajari agama lain, membuatku menjadi lupa akan keislamanku. Malu memang mengingat ini semua. Mengingat masa laluku sangatlah gemilang dengan nilai-nilai amat baik untuk mata pelajaran agama Khatolik. Selama tiga tahun, aku mempelajari agama lain. Dan tahukah apa saja prestasiku? Manjadi siswa terbaik dengan nilai UAS (Ujian Akhir Sekolah) Agama Khatolik tertinggi se-angkatan dan juga mendapatkan nilai tertinggi untuk Ujian Praktik Agama Khatolik.

Aku Islam, tentu aku belum mengenal apa itu kerudung. Saat Ramadhan, aku puasa... Aku bisa mengaji... Aku juga shalat, walaupun hanya seingatku dan semauku. Tapi, aku justru mempelajari agama lain, bukan agama Islam. Selama tiga tahun, aku sama sekali tidak mengenal Islam, tetapi bukan berarti aku telah menyakini agama lain, selain agamaku. 


Kondisi lingkungan, baik itu di sekolah ataupun di rumah membuatku semakin melupakan Islam. Aku tidak tahu, bahwa Islam ternyata indah, bahwa Islam penuh kesucian, bahwa Islam diwarnai kedamaian. Aku justru lebih fokus bagaimana caranya menghapal isi perjanjian lama dan perjanjian baru di Kitab Injil, menganalisis surat-surat di Kitab Injil, mempelajari sejarah penyebaran agama Nasrani, mengingat tanggal-tanggal penting dalam agama Nasrani, dan lain-lain. Bahkan lebih sering Kitab Injil yang aku buka, daripada Kitab Suci Al-Qur'an. Astaghfirullah, sungguh membuatku menyesal, aku telah membuat banyak waktuku terbuang untuk merugi.

Tidak hanya itu saja, aku termasuk siswi yang aktif di paduan suara gereja. Jika menjelang Hari Paskah atau Hari Natal, aku selalu ikut andil untuk tergabung dalam paduan suara di sekolah. Tidak perlu ditanya lagi, aku hapal lagu-lagu gereja. Hari-hari besar tiba, biasanya sekolahku selalu megadakan misa atau acara suci untuk memperingati hari besar tersebut, dan yang mendekorasi ruangan misa adalah aku. Hahaha.... Payah sekali aku. Aku malah sangat senang ketika menghias pohon natal, menggambar dekorasi back drop, dan lain-lain. Astaghfirullah... Mengingat itu semua semakin perih hati ini karena sempat melupakan-Mu, Ya Allah.

Benar saja, pertama kali masuk kuliah, banyak teman-teman sekelasku yang mengira bahwa aku seorang nasrani. Padahal namaku saja sudah mencerminkan seorang Muslim. Ada lagi yang menduga bahwa aku seorang mualaf, lalu berganti nama. Subhanallah, ini teguran dari Allah untuk menyegerakan aku mengetahui lebih banyak lagi tentang Islam.

Pengetahuanku tentang Islam sangatlah minim. Aku hanya bisa bertanya pada seorang kakak tingkat yang sangat prihatin mendengar kisahku dan sedih melihat kondisiku sekarang yang sungguh telat mempelajari Islam.

“Untuk mempelajari Islam, tidak ada yang telat, dek. Kakak malahan bangga sekali denganmu.” Begitulah kata seorang kakak tingkat yang juga sungguh baik memberiku Al-Qur’an terjemahan, agar aku mempelajari Islam dari Al-Qur’an.

Kakak tingkatku juga menyuruhku untuk bertanya apapun padanya tentang Islam, in syaa Allah akan dijawab dengan bahasa yang mudah dan membuatku paham seutuhnya. Tidak hanya kakak tingkatku saja, tapi teman perempuanku di kelas juga baik sekali mau meminjamkan buku-buku tentang Islam. Teman se-organisasiku juga perhatian sekali. Dia selalu mengingatkanku tentang ini dan itu dalam Islam. Bahagia sekali berada di lingkungan kampus yang semakin membuatku sadar bahwa Islam adalah agama yang mulia, dan aku haruslah bersyukur dan bangga terlahir sebagai seorang Muslim.



Sungguh, aku baru tahu ketika memasuki kehidupan kampus, bahwa kerudung adalah hal yang wajib untuk seorang muslimah, bahwa kerudung adalah pelindung untuk seorang muslimah, bahwa kerudung adalah mahkota untuk seorang muslimah. 

Astaghfirullah... aku baru tahu itu. Satu tahun aku habiskan untuk mempelajari tentang Islam dari awal, mempelajari tentang kerudung, aurat serta hijab, dan sebagainya. Perlahan tapi pasti, dengan restu Allah tentunya, kisah perjuangan kerudungku dimulai... Ya, inilah mimpiku.

Batinku langsung menyadari tentang keresahanku melihat beberapa teman sekelas yang memakai kerudung disingkap dan dengan punduk rambut cukup tinggi. Sedikit demi sedikit aku mengetahui tentang kerudung. Tapi perjuangan untuk memakainya tidaklah mudah.

Seorang ibu yang sudah teracuni oleh cerita-cerita tentang perempuan berkerudung, tapi malah boncengan dan pelukan erat di jalan. Seorang ibu yang tahu bahwa tetangganya hamil di luar nikah padahal telah lama memakai kerudung. Seorang ibu yang takut anaknya masuk ke dalam aliran sesat dengan perubahan gaya kesehariannya. Seorang ibu yang sering sekali memberitahukan kalau tidak akan mendapatkan pekerjaan jika berkerudung. Seorang ibu yang sungguh meragukan anaknya berkerudung, dan takut prestasi anaknya terganggu. Itulah ibuku yang meragukan kerudung sebagai pelindung untuk anaknya. 



8 Agustus 2012


Aku mencoba mewujudkan mimpiku ini. Pertama kali berkerudung pada 8 Agustus 2012, aku harus membohongi ibuku, bahwa selama menjadi panitia MPA 2012 (Masa Pengenalan Akademik) untuk mahasiswa baru, haruslah menggunakan kerudung. Beruntunglah aku, ibuku tidak bertanya mengapa dan mengapa. MPA memang selama sebulan, dan aku memakai kerudung baruku selama sebulan dengan membohongi ibuku. Tapi sebenarnya, di kampusku panitia MPA “sebaiknya” menggunakan kerudung. Aku siap menyatakan untuk berkerudung bukan karena adanya MPA yang menyarankan kalau panitianya untuk berkerudung. Aku berkerudung memang karena inilah momen yang tepat. Aku senang sekali, bisa menjadikan alasan untuk berkerudung ke ibuku. 


***


Baca juga: Tanya Jawab Tentang Hijab Bareng Gia


Sebulan berlalu.

Ibuku tahu, MPA sudah berakhir. Ibuku mempertanyakan, mengapa aku masih saja berkerudung ke kampus.

Astaghfirullah!” sontakku kaget, ibuku melontarkan pertanyaan itu di suatu pagi sebelum berangkat kuliah.

Alasan apa lagi yang harus kujawab, “Aku ingin sekali menutup aurat, Ibu.” Rasanya kalimat itu sulit sekali untuk kuucap. Aku takut Ibuku marah, dan malah menyuruhkan untuk melepas kerudung ini.

Aku jawab dengan santai, “Yah, sudah terlanjur dipakai, nih. Sudah rapih pula kerudungnya. Lagian aku kan cantik kalau berkerudung, Bu,” jawabku santai, padahal dalam hati sport jantung sekali.

Maaf Ibu, aku memilih untuk berlari keluar rumah tanpa mencium tanganmu. Aku takut sekali, engkau langsung mencopot kerudungku.

Tentu ibuku sama sekali tidak menyetujui untuk berkerudung. Satu per satu kerudung yang diberikan oleh nenek dan teman-temanku, sebagai hadiah rasa senang dan bersyukur karena aku telah berkerudung, hampir disobek-sobek bahkan hampir dibakar oleh ibuku. Berulang kali air mataku menetes untuk memperjuangkan kerudung-kerudung itu tetap ada di lemariku. Aku diberikan saran oleh kakak tingkatku untuk memberi pengertian pelan-pelan padanya. Aku sudah menceritakan berbagai alasan.

Mulai dari alasan, wanita cantik jika berkerudung, muslimah memang diwajibkan untuk menutup aurat, bahkan sampai "Aku kan seorang calon guru, Bu. Jadi aku mesti belajar memakai kerudung dari sekarang." Tetap saja, alasan apapun tidak ia setujui. Aku pun tak tahu mengapa. Aku hanya tetap istiqomah dengan kerudungku ini, walaupun ibuku sendiri tidak merestuinya.

Pertama kali memakai kerudung, tentu aku langsung pertama kali memakai rok. Semenjak aku memakai kerudung, aku sudah tidak lagi memakai celana atau jeans. Aku sudah tahu alasannya, mengapa muslimah sangat cantik memakai kerudung dengan bawahan rok bukanlah celana apalagi jeans. Untuk persoalan rok ini, Ibuku tidaklah curiga. Karena aku memakai alasan, kalau aku adalah mahasiswi pendidikan, dosen-dosenku mewajibkan mahasiswanya untuk menggunakan rok pada saat kuliah.

Maaf Ibu, aku membohongimu lagi untuk persoalan rok ini. Aku mohon Ibu, jangan engkau mengancam aku lagi untuk menyobek atau membakar rok-rokku. 



***

Suatu hari, aku pulang larut malam. Pukul 21.00 WIB, aku baru sampai rumah, karena jalan sangat macet dan aku baru saja pulang dari mengajar privat. Aku sudah tahu pastilah ibuku mencariku. Aku kaget sekali, ketika ibuku marah-marah dengan membawa alasan kerudung, kerudung, dan kerudung. Setiap tindakan dan perbuatanku yang salah sedikit saja, ibuku langsung memarahiku dengan nada kasar, dan membawa kerudungku ini sebagai pelampiasan kemarahannya. Sedih sekali rasanya, mempunyai Ibu yang mudah sekali marah-marah, tapi aku yakin, karena ibuku sangat sayang kepadaku.

Satu tahun ibuku terus-menerus memarahiku... Tapi, alhamdulilah belakangan ini ibuku sudah tidak marah-marah lagi. Pada akhirnya mimpiku memperjuangkan kerudung ini terwujud. Aku semakin meng-eksplor cerminan seorang mslimah sebenarnya dari lingkungan kampusku. Aku memakai rok bahkan tidak jarang memakai gamis dalam keseharianku. Alhamdulilah kerudungku sekarang lebih tebal dan tidak menerawang. Aku memakai kerudung double dengan warna yang berbeda. Aktivitasku lebih nyaman dan bangga sekali menggunakan kerudung ini kemana-mana. Tidak ada rasa malu sedikitpun aku menggunakan kerudung justru rasa bangga ini membuatku ingin buru-buru memperlihatkan pada dunia. Alhamdulilah.

Tentu aku tidak lagi ikut paduan suara di gereja, sekarang aku sudah mempunyai tim nasyid putri. Aku dendangkan lagu-lagu penuh makna Islami. Kitab-kitab Injil kutaruh di gudang, dan kupampang dengan bangga kitab suci Al-Qur’an di dalam kamarku. Aku jadi semakin sering membaca Al-Qur’an terjemahan, karena terpesonanya aku membaca kalimat per kalimat yang indahnya luar biasa. Alhamdulilah... Ibuku sudah tidak marah-marah lagi. Mungkin lelah melihat putrinya sangat kekeh (baca: istiqomah) memakai kerudung.

Terima kasih Ibu, atas kesempatan aku dan kerudungku ini. Aku yakin, engkau Ibu yang yang bangga dengan prestasi-prestasi putrimu ini setelah memakai kerudung. Nilai-nilai Indeks Prestasi-ku semakin tinggi. Ibu.... Ibu tidak usah khawatir, prestasiku menurun karena kerudung ini. Aku semakin bisa membedakan mana yang dilarang oleh Allah dan mana yang diperintahkan oleh Allah. Aku dikelilingi oleh teman-teman yang sangat luar biasa menjagaku, Ibu. Teman-teman yang selalu mengingatkanku untuk jauh dari murkanya Allah. Ibu, kerudung ini sangat melindungiku, menjaga hatiku, dan mendukung semua aktivitas positif yang kujalani. Tenang saja Ibu, aku tetap putrimu yang selalu menyayangimu. Izinkan kerudung ini selalu bersamaku sampai akhir hayatku.

Kisah selama tiga tahun sempat aku melupakan Islam, lalu satu tahun kemudian aku mempelajari Islam kembali, dan satu tahun belakangan ini aku memperjuangkan kerudungku, namun kisah tersebut tidak ada apa-apanya dari kisah yang membuatku semakin bangga menjadi seorang muslimah sejati.

Pesanku untukmu, wahai saudari-saudariku, banggalah dengan keislaman kita. Manfaatkanlah waktu kita untuk selalu mencari keridhoan Allah. Allah akan memberikan jalan-jalan yang terbaik untuk hamba-Nya yang istiqomah berjuang di jalan-Nya. 


Banggalah dengan kerudung yang engkau kenakan setiap hari. Banggalah dengan setiap perjuangan dalam mengenakan kerudung kita itu. Semoga Allah senantiasa memberikan kekuatan iman kita untuk menjalankan dan memenuhi segala perintah-Nya dan menjauhi segala apa-apa yang dilarang-Nya, dan mendapat derajat takwa yang tinggi, selamat di dunia sampai di akhirat nanti, mendapat pertolongan dan syafa'at di hari yaumul hisab dan mendapat surga yang tinggi, aamiin. 


OOTD di sekitar Jabal Uhud, Al Madinah Al Munawaroh

“Mimpiku Memperjuangan Kerudung Ini” adalah kisahku tentang sebuah impian yang pada akhirnya dapatku raih. Rasanya? Waaaah, bangganya luar biasa! Berharap ditulisnya kisah perjuangan kerudungku ini dapat menjadi kisah inspiratif untuk saudari-saudariku yang juga bangga menjadi seorang muslimah sejati. 


Ketika aku bermimpi untuk bisa memakai kerudung seperti saudari-saudariku di kampus, maka aku akan memperjuangkan mimpiku ini dapat terwujud walau banyak sekali rintangannya. Begitupun kamu... Yakinlah dengan mimpimu itu. Mimpi apapun itu, asalkan mimpi yang membuatmu lebih positif dan semakin dekat dengan Allah. Kejar Terus Mimpimu, ya!

Keluar Zona Nyaman

Selasa, Maret 29, 2016 2 Comments A+ a-

Sumber Foto 

Bicara soal mimpi tidak melulu tentang keinginan. Bicara soal keinginan tidak melulu tentang zona yang nyaman. Bicara soal mimpi, berarti berbicara soal tantangan. Tantangan memacu adrenalin kita untuk mampu mengalahkan kelemahan yang ada pada diri kita. Tantangan hanya dapat kita temukan di luar zona nyaman kita. (Sitti Ghaliyah)

Pertanyaannya, apakah kamu siap menerima tantangan?

Ketika dinyatakan lulus dari SMA/SMK dan sederajat, apakah yang kamu pikirkan? Saat itu, aku hanya memikirkan bagaimana caranya agar aku mampu mengalahkan diriku sendiri. Aku lebih memilih mencari tantangan dengan cara keluar dari zona nyaman. Tidak pernah terpikirkan bahwa akhirnya aku mampu mendapatkan predikat cum laude dan wisudawan jurusan fisika terbaik tahun 2015, serta mahasiswa berprestasi MIPA tahun 2014. Alhamdulilah, segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam.

***

Selepas status “siswa”, aku siap untuk mempunyai status baru, yaitu “mahasiswa”. Untuk mendapatkan status yang baru, sungguh hati ini galau sekali untuk memilih jurusan apa yang “sesuai” denganku. Sejujurnya, aku bingung mendefinisikan kata “sesuai”. Sesuai yang kumaksud adalah sesuai karena aku mampu berada di sana, bukan karena keinginan belaka.

Tanpa ragu, aku memilih jurusan kuliah dengan segudang tantangan di dalamnya. Pertimbangannya ada dua ketika aku memilih jurusan yang sesuai dengan aku, yaitu jurusan yang sangat aku kuasai atau jurusan yang sangat tidak aku kuasai. Jurusan yang sangat aku kuasai adalah jurusan yang menjadi passion-ku sejak di bangku SMA. Sedangkan jurusan yang tidak aku kuasai adalah jurusan yang menuntutku untuk keluar dari zona nyaman.

Lalu, pertanyaannya adalah apakah aku mampu berada di jurusan dengan segudang tantangan di dalamnya?

Aku hanya ingin menjadi calon mahasiswa yang "sok berani", karena aku telah berjanji, jika aku berhasil dengan keberanianku ini, aku akan menceritakannya kepada siapapun yang terhalang dengan ketakutannya tersebut. Dengan mengucap bismillah, aku memilih untuk keluar dari zona nyaman, yaitu memilih jurusan fisika di Universitas Negeri Jakarta.

Baca juga: Makna Berprestasi Part 1

***


Ketika di bangku SMA, aku berada di kelas peminatan IPA. Selama tiga tahun, aku sering sekali mempelajari mata pelajaran eksak, seperti matematika, fisika, biologi, dan kimia. Nilai-nilai untuk keempat mata pelajaran tersebut cukup dibilang memuaskan, kecuali fisika. Entah apa yang terjadi, fisika selalu membuatku remedial, pusing, dan frustasi, karena sukarnya materi-materi mata pelajaran fisika.

Matematika adalah mata pelajaran kesukaanku, karena aku sangat suka berhitung. Biologi juga merupakan mata pelajaran kesukaanku, karena aku sangat suka sekali dengan gambar-gambar yang ada pada materi-materi biologi. Sedangkan kimia, alhamdulilah aku tidak pernah sekalipun remedial. Hanya fisikalah, mata pelajaran yang membuat aku sangat ketakutan, yaitu takut karena akan menghadapi Ujian Nasional. Aku sangat takut tidak lulus karena jatuhnya nilai Ujian Nasional mata pelajaran fisika.

Dua bulan sebelum Ujian Nasional tahun 2011 berlangsung, aku hanya memikirkan kemampuanku untuk menghadapi soal-soal fisika. Setiap hari, hanya soal-soal fisika sajalah yang aku lahap. Hari demi hari, soal-soal fisika semakin akrab denganku, Alhamdulilah. Aku menjadi yakin menghadapi soal-soal Ujian Nasional mata pelajaran fisika. Dengan kehendak Allah, akhirnya aku lulus, walaupun dengan nilai Ujian Nasional mata pelajaran fisika paling kecil diantara nilai mata pelajaran lainnya yang aku dapatkan.

Fisika telah menjadi momok dalam benakku. Namun, karena fisikalah aku semakin penasaran dengan kemampuan diriku sendiri. Hanya satu pertanyaan tantangan untuk menjawab mengapa pada akhirnya aku memilih jurusan fisika. Pertanyaan tersebut adalah “Sejauh mana aku tidak mampu menghadapi fisika?” Hanya bermodalkan pertanyaan tersebut, akhirnya aku memutuskan untuk terus melanjutkan bergulat dengan fisika di bangku perguruan tinggi.

Baca juga: Makna Berprestasi Part 2

Jurusan fisika adalah pilihan jurusan pertama ketika aku mendaftar ujian mandiri Universitas Negeri Jakarta. SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri) tahun 2011 tidak aku ikuti, karena aku hanya ingin masuk jurusan fisika kelas bilingual melalui ujian mandiri UNJ.

“Saya kok sok berani banget yah, ingin masuk jurusan fisika dan kelas bilingual pula,” ucapku dalam hati.

Ini dia tantangannya! Setelah melewati ujian tertulis dan juga seleksi wawancara bahasa Inggris, akhirnya dengan izin Allah, aku berhasil mendapatkan status mahasiswa jurusan fisika, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Jakarta angkatan 2011. Pintu keluar zona nyaman sudah tertutup rapat-rapat. Di depan mataku, hanya ada pintu-pintu dengan segudang tantangan di dalamnya. Misiku hanya satu, yaitu menjawab pertanyaan, “Sejauh mana aku tidak mampu menghadapi fisika?”

Hari demi hari terlewati, dan tak terasa semester pertama sudah berakhir. Pertanyaan misiku berhasil terjawab, yaitu “Alhamdulilah saya mendapatkan IP tertinggi seangkatan loh!”

Belum puas dengan jawaban tersebut, aku mencoba di semester-semester berikutnya. Aku tantang diri ini untuk ikut organisasi di kampus, dengan misi menjadi seorang mahasiswi organisator tetapi tetap berprestasi. Alhamdulilah, dengan izin Allah, aku mendapatkan gelar Mahasiswa Berprestasi Fakultas MIPA di tahun 2014.

Baca juga: Tapi, Apakah Kamu Pernah Keluar Kandang?

Selama berstatus mahasiswa, aku membagi tahun-tahun kuliah menjadi empat kefokusan, yaitu tahun pertama adalah tahun adaptasi, tahun kedua adalah tahun organisasi, tahun ketiga adalah tahun prestasi, dan tahun keempat adalah tahun skripsi. MasyaAllah, Allah memudahkan jalanku untuk berjuang di luar zona nyaman ini. Akhirnya, aku mendapatkan jawaban yang tepat dengan pertanyaan misiku di awal kuliah, yaitu fokus, karena sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Seperti dalam potongan surat Al-Insyirah 94: 6-8 dalam Al-Qur’an, yang artinya:

“… Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai dari suatu urusan, tetaplah bekerja keras untuk urusan yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap.”

Ditahun keempat, predikat cum laude dan gelar wisudawan terbaik Jurusan Fisika 2015 telah aku raih. Alhamdulilah, aku berhasil membuktikan ketakutanku dengan menjawab segudang tantangan di luar zona nyaman. Jika aku bisa, mengapa kamu tidak?

Tulisan ini sudah dibukukan dalam Buku Antologi yang berjudul "5 Hidayah Merajut Perguruan Tinggi".

Berdoa Menyebut Nama Si Dia? Pede Banget Sih!

Senin, Maret 28, 2016 0 Comments A+ a-

Sumber Gambar

Virus merah jambu menyerang. Kitapun luput dari perbedaan suka, kagum, cinta, atau apalah sebutan namanya. Muka ini menjadi merah merona ketika mengingatnya. Jangankan mengingat, menyebut namanya saja, hati ini menjadi dag dig dug seeeeer.

Awalnya, aku agak bingung bagaimana caranya membentengi virus merah jambu ini. Aku mengira dengan didoakan, yaitu menyebut namanya bahkan sebut aja sekalian nama ayahnya. Mendoakan kepada Allah agar virus merah jambu ini bisa dikabulkan oleh-Nya. Berharap kepada Allah agar hati si dia hanya untuk kita. Kok PD banget sih, Gi!

Sebelum pergi umrah, aku memang sengaja membuat daftar doa-doa apa saja yang akan aku panjatkan di sana. Termasuk doa jodoh. Lucunya, aku yang kurang paham ini tentang doa jodoh, malah bertanya ke banyak orang. Jawabannya beragam. Alhasil makin bingung. Bingung karena berdoa boleh menyebut nama si dia atau tidak ketika di tanah haram.

Beberapa teman ada yang bilang, gapapa namanya disebut saja. Biar makin lengkap, sekalian cari tahu nama ayahnya. Jadi sebut nama si dia plus bin-nya siapa. Tapi, jangan memaksa doanya. Dan harus terima konsekuensinya, jika diberi jodoh bukan pilihan kita yang selama ini kita sebut namanya dalam doa-doa kita. Pokoknya jangan ngotot sama pilihan kita!

Dan, aku memutuskan untuk menyebut nama si dia, walaupun sejujurnya di dalam hati ini masih ada rasa kepedean. Padahal hanya Allah yang tahu, jodoh terbaik-yang sudah disiapkan-untuk kita.

Bisa berdoa di Tanah Haram adalah kesempatan yang berharga sekali, karena bisa memanjatkan semua doa-doa yang sudah kusiapkan dari Tanah Air. Ya walaupun doa tentang jodoh agak kepedean sih. Tapi akhirnya aku menyebut nama si dia juga kok. Duuuuuuh :(

Baca Juga: BERUNTUNG

Jabal Rahmah

"Dan Tuhanmu berfirman, 'Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan kuperkenankan bagimu." (Qs. Al-Mu'min: 60)

BTW, Jabal Rahmah adalah gunung tempat Nabi Adam dan belahan jiwanya, Hawa, bertemu setelah melakukan pencarian sekian lama karena dipisahkan oleh Allah. Peristiwa tersebut diabadikan oleh Nabi Adam dengan dibuatkannya sebuah tugu di atas Jabal Rahmah. Di tugu tersebut sebenarnya sudah ada tulisan dua hal yang dilarang oleh jamaah, yaitu dilarang mencoret-coret tugu dan dilarang menunaikan salat sunah. But, saat aku sampai di atas, banyak sekali yang melakukan itu.

Banyak jamaah yang membawa spidol, lalu mencoret tugu tersebut dengan menuliskan nama belahan jiwanya. Please, ya jamaah, itu tulisan sudah besar sekali, bahkan dilengkapi oleh gambarnya.

Baca juga: Allah Memberiku Hadiah Saat di Madinah

Aku? Aku hanya berdoa di sana. Akupun heran, mengapa harus berdoa juga di Jabal Rahmah ya? Padahal tidak ada sunnah Nabi yang menganjurkan kita untuk berdoa minta jodoh di Jabal Rahmah. Maafkan, ya Allah. Ada waktu-waktu yang dianjurkan untuk beroda lho!

Waktu-waktu yang dianjurkan untuk berdoa antara lain:
  • Setelah melaksanakan salat limat waktu.
  • Pada sepertiga malam yang terakhir.
  • Pada hari Jumat.
  • Waktu antara azan dan iqomah.

Aku sejujurnya takut, jikalau redaksi doa minta jodoh kepada Allah saat itu terkesan memaksa. Bisa saja Allah kabulkan, tapi kalau ngasih jodohnya "dilempar" gimana? Kan bisa berabe.

Jadi, buat kamu yang masih ada rasa kepedean karena menyebut nama si dia di setiap doa-doamu, mulai dari sekarang yuk lebih baik kosongkan hati kita sebelum ijab qobul. Titipkan hati kita kepada Allah. Kita boleh menyebut nama si dia di setiap doa-doa kita, asalkan saat itu kita sudah di-khitbah dan sedang menjalani ta'aruf. Nah kalau jelas belum ada ikatan apa-apa, sebaiknya cukup berdoa kepada Allah tentang sosok yang kita butuhkan.

Kenapa gak boleh kepedean menyebut nama si dia?
Karena kita tidak akan pernah tahu apakah memang dia sosok yang kita butuhkan, apakah memang dia yang terbaik untuk kita dan terakhir, belum tentu apa yang menurut kita baik, baik juga menurut Allah. Cukup minta yang terbaik dari Allah. Ikhtiar, memperbaiki diri karena Allah dan selalu menjaga hati kita. Jangan lupa tanamkan dalam hati kita, "Aku hanya akan memberikan hati dan cinta ini kepada suamiku."

"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasannya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran." (Qs. Al-Baqarah: 186)

Semoga kita semua dilindungi dari virus merah jambu yang melanda. Jaga hati ini hanya untuk si dia, suami kita. Jangan berharap yang belum pasti, ya!


Tulisan ini hasil berdiskusi dengan Indah dan bertanya tentang doa jodoh sama Icha. Makasih gengs, pendapat dan ilmunya! 

Chit Chat Berbobot Ala Keluarga Inspirasi: Ketika Pengalaman Sudah Berbicara

Senin, Maret 28, 2016 0 Comments A+ a-

Sumber Gambar


Menjadi bagian dari Keluarga Inspirasi BEM UNJ 2015, memang seru banget. Banyak nano-nano-nya! Seperti hari ini, dari subuh sampai malam hari, banyak chit chat yang gak terduga sekali di grup WhatsApp kita. Mulai dari chit chat santai sampai berbobot.

Kali ini, aku akan merekam chit chat berbobot yang dimulai dari pukul 19.36 WIB.

Dimulai dari...

Resume Seminar Smart Parenting Character Building yang ditulis oleh Indah Miraz. Resume yang ditulis oleh Indah diberi judul "Anak Soleh Dambaan Orang Tua". Isinya tentang bagaimana cara membentuk generasi anak-anak soleh yang mencintai Islam. Mulai dari mensyukuri keberadaan anak-anak kandung yang dimiliki, melindungi anak-anak dengan ayat suci Al-Qur'an, mempelajari bahasa kalbu anak-anak, sampai membangun visi misi dan tujuan bersama anak-anak dengan cara mengajaknya berdiskusi tentang masa depan.

Dari resume yang ditulis Indah, muncul tanggapan dari penghuni grup. Mulai dari tepuk tangan (pakai emoticon) sampai mendoakan Indah supaya langsung mempraktikkannya.

Selanjutnya, Indahpun mengajak kita untuk berdiskusi.

Dimulai dari pernyataan Riza Saputra tentang Demografi Negatif. Kata Riza, di negara Perancis, penduduk aslinya mengalami penurunan lho! Negara tersebut lebih banyak didatangi imigran dibandingkan jumlah penduduk aslinya. Bahkan kata Presiden Prancis, kalau hal ini dibiarkan maka dalam jangka 40 tahun mendatang, Perancis akan menjadi negara dengan imigran terbanyak melebihi penduduk asli. Maksud dari negatif itu natalitas dengan moralitas tidak berbanding lurus.

Riza memberikan kesimpulan dari pernyataannya tentang demografi negatif, yaitu makanya banyakin anak agar penduduk Indonesia gak minus.

Indahpun menanggapi, "Bukannya penduduk Indonesia sudah kebanyakan? makanya ada program KB?"

Akupun mulai masuk ke forum diskusi dengan pernyataan, "Masa kiraiin gue KB itu diperuntukkan untuk keluarga kalangan kelas bawah. Kalau banyak anak dan gak bisa mengurusnya sampai akhirnya terlantar, maka ia akan menjadi sampah masyarakat."

Dan pendapatku ini dikuatkan oleh Indah. Indah juga berpikir hal yang sama ternyata. Kalau orangtuanya tidak sanggup mengurus anak-anak yang banyak, maka lebih baik mengikuti program KB saja.

Nano ikut menimpa, "Kembali lagi tentang pendidikan atau tarbiyah orang tua bagaimana."

Pernyataan Nano, dikuatkan oleh Husam bahwa pendidikan Ayah dan Ibu itu sangatlah penting!

Rizza juga ikut menguatkan pernyataan sebelumnya. Katanya, saat kajian di masjid BI, wanita adalah peran paling utama dalam mendidik anak. Karena jika wanitanya rusak, maka keluarganya juga bisa rusak. Jika keluarga rusak, maka masyarakat rusak. Jika masyarakat rusak maka rusak pula negaranya. Kalau negara sudah rusak, maka rusak juga peradaban. Maka, peran dari semuanya ada di para wanita.

Baca juga: S2, Perlukah?

Jadi kesimpulan untuk sub chit chat kali ini ada di pernyataan Nano berikut ini:

"Wanita adalah madrasah pertama untuk anaknya. Jadi benar ya teori kecerdasan anak bahwa kalau mau anaknya pintar, maka perhatikanlah dia lahir dari wanita yang bagaimana." 


Chit chat berbobot dilanjutkan kembali dengan sedikit cerita dari Rizza. Kali ini mulai merambat ke arah kurangnya kasih sayang anak dari orang tua.

"Banyak kasus di sekolah gue. Mereka pada kecukupan, tapi kurang kasih sayang orang tua. Karena kerjaan dan karir terus. Terus didik anaknya kapan ya?"

Pertanyaan tersebut mendapat beberapa tanggapan dari peserta diskusi lainnya. Mulai dari jawaban dititipkan oleh pembantunya sampai dititipkan ke neneknya.

Sumber Gambar

Lalu, Ari pun tidak ketinggalan untuk mengajukan pertanyaan, "Jadi kalau ibunya ikut kerja kurang bisa mendidik anak?"

Pertanyaan Ari dikuatkan oleh fakta dariku bahwa banyak yang orang tuanya adalah seorang guru, tapi anak-anaknya tidak pintar bahkan hampir tidak naik kelas, lho!

Berdasarkan pengamatannya Indah, guru itu sudah lelah mengajar di sekolah. Lalu, sudah sering mengurus banyak masalah anak yang tingkat masalahnya sudah lumayan tinggi. Nah pas di rumah dia bertemu anaknya sendiri yang mempunyai masalah kecil (tidak serumit masalah di sekolah), nah ketika dia berperan menjadi ibu rumah tangga dia jadi menyepelekan masalah anaknya sendiri.

Nony menambahkan, sebenarnya bukan karena menyepelekan, tapi memang sudah lelah mengurus urusan sekolah. Dan si anak juga biasanya suka gak percaya alias ngeyel kalau diajari oleh ibunya. Makanya banyak ibu guru yang anaknya malah di-les-kan di tempat lain. Padahal ibunya bisa mengajari anaknya sendiri.

Daaaaaan... inilah yang kita tunggu-tunggu! Muncul pernyataan dari Ummu Syafiq alias Icha, seorang istri yang sudah mempunyai baby Syafiq. Hadirnya beliau melengkapi chit chat berbobot kita lho!

Penyebab seorang guru tidak bisa mendidik anaknya sendiri, diantaranya:

  • Faktor psikologis dari ibu itu sendiri (dia punya masalah di sekolah yang membuat ia BT, alhasil rumah menjadi tempat pelampiasan) begitu juga sebaliknya kenapa ibu guru suka marah-marah gak jelas. Hal itu berdampak pada perhatian sang ibu karena terlalu sibuk mengurus pekerjaannya.
  • Banyak ibu guru yang mengajar karena tuntutan profesi dan gajinya yang besar. Bukan karena pengabdian yang muncul dari dalam dirinya.
  • Pola pikir orang tua yang salah bahwa kasih sayang itu berbentuk materi. Kasih sayang yang paling utama adalah perhatian, waktu, dan tauladan.
  • Lingkungan si anak tinggal/ belajar. Maaf nih ya, kalau anaknya dititipkan sama pembantu yang lulusan SD/SMP jangan salahkan ketika si anak tersebut seperti mereka.
  • Kurangnya Quality Time dan pelukan. Sesibuk-sibuknya ibu bekerja, sempatkan waktu misalnya tiga jam dalam sehari khusus hanya untuk sang anak.


Dari pernyataan Icha, aku malah sempat berpikir mending gak usah berkarir daripada anak kita nanti gak keurus.

Ternyata pernyataan tersebut mendapat tanggapan dari Syahiidah yang sempat berpikir hal yang sama denganku juga. "Namun, bukan berarti kita sebagai ibu nantinya gak bermanfaat buat banyak orang. Prinsipnya ya tetap bermanfaat," pungkas Syahiidah.

Sub chit chat tentang mendidik anak disimpulkan oleh Jekboy. Jekboy menyimpulkan berdasarkan pengalaman di lingkungannya.

Anak yang berada di lingkungan keluarga yang baikpun bisa terbawa arus dari lingkungan luar. Baik lingkungan sekolah maupun tempat ia bermain. Bahkan seorang  Nabi Ibrahimpun memohon kepada Allah agar diberikan anak dan keturuan yang baik. Intinya ikhtiar perlu, namun berdoa jangan dilupakan.

Icha memulai kembali sub chit chat selanjutnya, yaitu tentang Ibu Bekerja VS Ibu Rumah Tangga.

"Tak ada yang salah antara keduanya. Dua-duanya merupakan status yang istimewa dan vital bagi keluarga. Jangan pernah menyalahkan ibu yang bekerja. Seorang ibu yang bekerja pasti ada alasannya, yaitu kebutuhan keluarga yang sangat banyak dan gaji suami yang kurang mencukupi. Ibu yang bekerja tentu boleh, asal mendapatkan izin dari suaminya. Selain kurangnya materi, kebutuhan pasar akan seorang pendidik/dokter misalnya cukup tinggi, lagi-lagi harus mendapatkan izin suami ya. Ibu yang bekerja apalagi saat bayinya masih berumur 0-2 tahun. MasyaAllah jika dia tetap memberikan ASI No Sufor perjuangannya dua kali lipat dari ibu rumah tangga! Namun, itu semua dengan catatan tak melupakan kewajiban sebagai istri dan ibu.

Ibu Rumah Tangga, masyaAllah. Dia korbankan dan berikan hari-harinya full untuk anak. Meskipun banyak nyinyir kok gak kerja sih? Kan lulusan S1... bla..bla..bla.. betapa luasnya hati seorang ibu rumah tangga. Intinya tidak ada yang salah dengan ibu bekerja ataupun ibu rumah tangga. Ada juga kok ibu yang tidak bekerja, tapi anaknya malah tidak keurus.

Konsep mengurus itu bukan hanya secara fisik, namun secara mental, pendidikan, dan agama."

Dari pernyataan Icha tentang Ibu bekerja VS Ibu Rumah Tangga, lagi-lagi chit-chat mulai dibelokkan arahnya, yaitu membicarakan tentang PERNIKAHAN. Hari demi hari, grup WhatsApp BEM UNJ kalau sedang berdiskusi, pasti arahnya selalu ke sana deh. Alhamdulilah, ilmunya banyaaaaaak. Mulai dari yang galau sampai yang hampir yakin, gak mau kalah untuk berpendapat mengenai topik yang satu itu.

Baca juga: Ketika Mawar Berhasil Berbincang dengan Sun Flower

Sebagai seorang istri yang sudah mempunyai satu anak, Icha, juga memberikan pernyataannya tentang pernikahan. Ketika pengalaman sudah berbicara, maka hasilnya begini:

"Ngomongin gimana nikah dan mencari suami/ istri idaman cukup kita sama Allah saja yang tahu, nanti tinggal sebar undangan saja. Jangan terlalu diumbar nanti malah tambah galau.

Lagi-lagi izin untuk mengatakan semangat mencari ilmu pranikah karena Allah bukan karena si doi, berharap karena Allah bukan pada si doi. Semangat memantaskan diri karena Allah bukan karena si doi. InsyaAllah berkah."

Setelah mendapatkan beberapa respon dari para jomblo di grup WhatsApp BEM UNJ, Icha memberikan closing statement-nya.

"Buat kalian para pria/ ikhwan. Jika kalian belum siap jangan pernah memberikan harapan atau kode-kodean meski hanya sebatas SMS mengingatkan atau apalah-apalah. Karena wanita itu hatinya lembut, sehingga mudah tersentuh. Tolong bantu para wanita menjaga hatinya.
Buat para wanita/ akhwat yang aku sayangi karena Allah. Jaga hati kalian dengan betooooon, dengan perhambaan dan pengharapan kepada Allah. Bismillah tancapkan dalam hati bahwa rasa ini hanya untuk suamiku nanti, kalau ternyata kita tidak jadi sama si doi eh jadinya sama orang lain ada hati yang terbelah ya hati suami kita. Kalian itu istimewa hanya untuk yang istimewa dari-Nya."

***


Kesimpulan dari chit chat berbobot malam ini adalah pengalaman memang tidak bisa berbohong! Terbukti, dari semua pernyataan Icha mampu meng-jleb-kan kita semua.

Ya begitulah rangkuman chit chat berbobot ala Keluarga Inspirasi BEM UNJ. Nano-nano, tapi seru ya! Kapan-kapan deh aku rekam hasil diskusinya lagi. Nantikan ya!

Silakan share, kalau chit chat ini memang berbobot bagimu dan bagi teman-temanmu.



Sampai Kapan, Bu?

Minggu, Maret 27, 2016 0 Comments A+ a-

Sumber Gambar

Bel sudah berbunyi, tepat pukul 12.10 WIB. Tak lama, azan Dzuhur berkumandang. Langkah-langkah kaki santri terdengar begitu menggebu-gebu menuju masjid, masjid sederhana yang bersih nan indah.

Santri putri bergegas menuju masjid, para ustadzahpun tak mau ketinggalan.

Iqomah dikumandangkan.

Imam memimpin salat dzuhur di siang itu.

Usai menunaikan salat, perutku sebenarnya sudah bunyi kriuk-kriuk. Santri berebutan menyalami tangan ustadzah. Rasanya? Nikmat sekali, walaupun perut sudah berisik.

Aku berniat untuk segera memenuhi hasrat perut ini. Namun, dua santri putri masih ingin mengobrol denganku. Ia sepertinya sedang galau.

“Bu, Falah geh sebenernya masih mau lanjut Aliyah di sini,” cerita Falah, santri putri kelas IX.

“Wah setuju! Di sini sudah kualitas bagus sekali. Kamu tahu sendirikan fasilitasnya bagaimana, mewah. Program tahfidznya juga keren, KBM-nya juga bagus. Apalagi ada saya, hehehe. Banyak-banyak mengucap syukur kalau bisa bersekolah di sini,” tanggapku atas cerita Falah.

Falah melanjutkan ceritanya. “Iya geh bu. Falah mau lanjut Aliyah di sini. Tapi Ummi ingin Falah untuk sekolah di tempat lain, yang bukan boarding. Biar Ummi bisa dekat sama Falah.”

“Ooo gitu… Coba rayu lagi ummimu, sambil doakan agar hatinya luluh,” saranku.

“Bu Gia masih tetap di Ibad kan, bu? Saya mau banget lanjut di sini, asal Bu Gia juga masih di sini,” ungkap Fadilah, santriku yang sedaritadi juga ikut mendengarkan curhatan Falah.

InsyaAllah masih. Sampai…”

Aku belum menyelesaikan kalimat jawabanku, tapi Fadhila langsung menyelaknya. “Sampai kapan Bu? Ah kalau guru fisikanya bukan Bu Gia, saya gak jadi lanjut sekolah di sini deh.”

“Lho kenapa? InsyaAllah saya masih di sini kok,” jawabku meyakini.

“Sampai kapan, Bu?” tanya Falah.

Tak sampai jeda sedetik, aku menjawab, “Sampai jodoh saya datang menjemput.”

“Ih emang jodoh Ibu kapan?” tanya Fadhila.

“Kalau jodoh saya besok datang, ya saya langsung bawa koper dari sini,” ungkapku.

“Ah yaudah, semoga jodoh Ibu masih tiga tahun lagi deh. Sampai saya lulus Aliyah di sini, ya bu hehehe,” rayu Fadhila dengan diiring tawa candanya.

"Yah jangan gitu doooooong doaaanyaaaaaaaaa…”

InsyaAllah akan ada guru pengganti fisika yang gak kalah keren kok dari saya. Tenang ya… Saya akan tetap berada di sini sampai KBM di sini benar-benar settle. Saya akan tetap mendidik kalian, sampai saya benar-benar yakin kalau saya sudah pantas meninggalkan kalian. Jadi, doain jodoh saya cepat datang ya! Itu sama aja juga mendoakan supaya sekolah kita bisa punya progress yang meningkat,” jelasku kepada mereka.

Perut ini semakin kencang bunyinya. Aku dan dua santriku bergegas menuju mat’ham untuk menunaikan makan siang kami.

***

Gimana? Dari cerita percakapan di atas, kamu bisa menangkap kodeku kan? *apasih gi*

Mohon doanya agar Ibad ArRahman Islamic Boarding School menjadi sekolah unggulan ya. Aku hadir di sana dengan membawa sebuah visi, yaitu menjadi pionir untuk perkembangan KBM (khususnya Sains) untuk sekolah tersebut. Masih ingat dengan cerita aku dimintai tolong oleh dosenku? “Gia, maukah kamu membantu saya untuk membangun sebuah sekolah?” Tanpa ba bi bu, langsung aku iyakan! Sekarang sedang berproses. Semoga progress-nya segera terlihat. 

Kalau kamu ikut mendoakan progress untuk sekolah tersebut, berarti kamu juga ikut mendoakan cepatnya jodohku datang wkwkwk *abaikan kalimat ini*.


"Maha suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh Bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak diketahui mereka." (Qs. Yasin: 36)

Salam,

Sebenarnya bukan masalah waktu yang cepat, tapi masalah memantaskan diri yang memang harus disegerakan, bukan untuk si dia tapi untuk Allah.



Gue - Lu dan Aku - Kamu

Rabu, Maret 23, 2016 2 Comments A+ a-

Sumber Gambar

Kalau kamu menyadari, blogku sudah berwajah baru lho! Alhamdulilah, sudah ganti template, dan mencoba mengganti judul blog, yaitu menjadi “Rekam Jejak GIA”. Berharapnya, blog ini akan selalu merekam jejak-jejakku yang sulit ditebak ini. Selain itu, blog ini juga berganti penyebutan kata ganti orang pertama tunggal, yang tadinya “Gue”, sekarang mau mencoba menulis dengan kata “Aku”. Alasannya…

***

“Bu Dwi, lu udah manaruh kertas jawaban santri-santri belum? Kalau belum, nanti gue ambilin!” kataku dengan santai di depan para santri.

Zonk! Zonk banget suer! Aku guru macam apa nih, berbicara seperti itu di depan santri-santri. Dan sejujurnya masih cukup sering keceplosan menggunakan kata gue dan lu. Sebenarnya kata “gue” ataupun “lu” bukanlah kata kasar. “Gue” dan “Lu” adalah sebutan kata pengganti orang pertama dan kedua tunggal dari orang-orang gaul Jakarta.


Sejarahnya, kata “Gue” dan “Lo” ini berasal dari bahasa Mandarin Hokkien yang merupakan bahasa China. Ini merupakan tulisan kata “Gue/Gua” yang berarti “Saya/Aku” menurut bahasa Mandarin Hokkien (我),dan yang satu ini adalah tulisan kata “Lo/Lu” yang berarti “Kamu/Anda” menurut bahasa Mandarin Hokkien (你). Pada masa kedatangan China di abad 16, kedua kata ini sangat eksis di setiap daerah di Indonesia. Namun pada masa kolonial Belanda, pusat perdagangan adalah Jakarta dimana para pedagang lebih banyak yang mampir ke pelabuhan Sunda Kelapa pada masa itu, termasuk juga para pedagang China. Tidak hanya itu, para warga China pun banyak yang menetap di Jakarta dan juga mengenalkan tradisi dan bahasa mereka kepada masyarakat Jakarta sampai saat ini. Alasan lain juga karena dari semua daerah di Indonesia, hanya Jakarta lah yang terbuka dengan budaya dan bahasa dari negara lain.

Aku tumbuh di Jakarta, jadinya masih masuk katagori anak gaul Jakarta. Ye gak? Sepengalaman aku bergaul di Jakarta, selalu menggunakan kata gue dan lu. Jadinya sudah terbiasa sekaliiiiiiiiii. Nah giliran merantau ke daerah orang yang mayoritas tidak ada yang menggunakan kata gue dan lu, jadinya aku harus belajar membiasakan diri untuk tidak lagi menggunakan dua kata itu.

Terlebih, aku ditempatkan di sebuah sekolah Islamic Boarding School. Santri-santri di sini tidak diperbolehkan menggunakan kata gue dan lu. Alhasil, akupun harus belajar menghindari kata “gue” dan “lu”. Makanya di blog ini, aku akan membiasakan untuk menggunakan kata “aku” dan “kamu”. Semoga bisa ya!

Masih proses belajar. Please banget jangan sampai keceplosan!



Oia, selain itu aku juga sempat berpikir, nanti kalau berbicara sama suami tidak akan mungkin menggunakan kata “gue” dan “lu”. Harusnya kata “aku” dan “kamu”. Yasudah sekalian belajar juga berkomunikasi romantis untuk sang suami di masa mendatang.



Sekian. Selamat menikmati, aku-akuan dan kamu-kamuan di blog ini ya!



S2, Perlukah?

Rabu, Maret 23, 2016 15 Comments A+ a-

Sumber Gambar

Setelah mempertimbangkan banyak hal, aku memutuskan untuk menulis konten Wara-wiri Pranikah. Selain buat menebar kode-kode, konten ini cukup penting untuk perkembangan kematangan pikiranku mengenai serba serbi menikah. Selamat menikmati!
***

Kita awali dengan sebuah Hadist Riwayat Al Baihaqi, No. 1665, Sa'ad dan Huzaifah r.a. mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Orang yang mempunyai keutamaan ilmu lebih aku sukai dibandingkan keutamaan ahli ibadah dan sebaik-baiknya agama kalian adalah sikap wara'."

Ternyata, aku pernah menuliskan beberapa kalimat di lembar awal maha karyaku a.k.a Skripsi tentang ibu yang cerdas. Begini isinya:



“Jadilah seorang wanita yang cerdas. Karena wanita akan menjadi seorang ibu. Seorang ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya kelak.” (Sitti Ghaliyah)

Entah, apa saat itu di pikiranku. Kenapa harus tiga kalimat itu yang menjadi pembuka di skripsiku ya?

Selepas wisuda, beberapa teman memutuskan berbagai jalan untuk tahap selanjutnya, ada yang memilih untuk berburu beasiswa S2 sambil latihan TOEFL, ada yang langsung kuliah S2 pakai modal sendiri, ada yang bekerja, bahkan ada yang langsung menikah. Aku? Aku memilih untuk mengaplikasikan ilmu-ilmu kuliah S1 yang telah aku dapatkan. Seru deh rasanya! Puas, karena buah dari kuliah empat tahun bisa dinikmati.

Awal semester galau mau jadi guru, pertengahan semester ya sudah pasrah saja, di akhir semester berniat untuk banting stir menjadi seorang news researcher di salah satu media cetak nasional. Qadarullah, pasca wisuda ditawari pekerjaan menjadi guru. Setelah sudah menjadi guru, suer nikmat banget! Puas rasanya! Aku jatuh cinta di dunia pendidikan.

Saat interview FIM 18 via skype beberapa hari yang lalu, interviewer menanyakan kepadaku perihal kuliah S2. Kurang lebih redaksi pertanyaannya seperti ini:


Gia, kamu kan ingin menjadi seorang dosen. Berarti kamu akan kuliah S2 dong ya. Apakah FIM membutuhkan orang-orang bergelar master? Banyak orang hebat, banyak orang yang kuliah S2 sampai S3, tapi belum tentu ia mau berkontribusi untuk bangsa dan negara ini.

Dengan spontan aku jawab, “Ia saya tentu ingin S2, tapi tergantung keridaan suami saya. Kalau suami saya mengizinkan saya untuk S2, wah dengan senang hati saya mau sekali! Namun benar adanya, FIM tidak membutuhkan orang-orang bergelar master atau lebih dari itu. FIM membutuhkan orang-orang yang mau berkolaborasi untuk berkontribusi membuahkan solusi. Tapi, jika saya sudah memutuskan untuk berkontribusi di bidang pendidikan, maka saya membutuhkan diri saya untuk di-upgrade. Saya ingin S2 karena saya adalah seorang ibu di masa mendatang. Untuk menjadi ibu yang cerdas, maka ia harus terus di-upgrade.”

Dor! Itu dia jawaban aku terkait kuliah S2. Agak malu sih, bawa-bawa tentang “keridaan suami” hahaha. Tapi ya begitulah adanya.

Setelah interviewer FIM mendengar jawabanku itu, mereka merespon, “Wah berarti cari yang mau ngizinin S2 nih!”

Beberapa hari setelah interview FIM, aku ke Jakarta dan bersilahturahmi dengan dosen-dosen Fisika. Ini silahturahmi keduaku pasca wisuda. Dan pertanyaan dosen-dosen masih sama, yaitu “Kapan Gia kuliah S2? Kalau bisa secepatnya kuliah S2 di luar negeri ya! Biar kamu bisa menjadi dosen di sini juga!” 



Baca juga: Selalu Ingat Dia

Tuhkan, siapa coba yang gak ngiler ditawari menjadi dosen di sana. Dengan yakin aku menjawab, “Mau, tentu mau banget, Pak! Doain ya Pak. Gia sih tergantung suami Gia nanti rida atau tidak, kalau Gia kuliah S2 di luar negeri.”

“Lho, jadi kamu ingin menikah dulu ya?” tanya salah satu dosenku.

Dengan yakin aku jawab, “Iya dong, Pak.”

“Nih ya, suami zaman sekarang tuh, pikirannya sudah banyak yang terbuka. Tenang saja, pasti diizinkan kok kamu S2 di luar negeri!” jelas dosenku.



Dari Abdullah bin Abbas r.a., dia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Maukah aku beritahukan kepadamu siapa di antara istri-istrimu yang kelak akan menjadi ahli surga?" Mereka menjawab, "Mau wahai Rasulullah." Beliau bersabda, "Seorang istri yang melimpah kasih sayangnya dan banyak anaknya. Jika dia berbuat zalim atau menjadi sasaran perbuatan zalim, dia berkata kepada suaminya, 'Ubun-ubunku berada di tanganmu, aku tidak akan merasakan tidur nyenyak sampai engkau meridaiku.'" (HR. An Nasa'i, No. 8798)

Setalah aku menimbang, Plan A (Menikah dulu, lalu S2) aku memutuskan untuk meminta izin dan berharap dari keridaan suamiku nanti. Apakah ia mengizinkan aku kuliah S2 di luar negeri atau tidak? Jika ia, alhamdulilah. Jika tidak, aku akan merayunya lagi. Apakah ia mengizinkan aku kuliah S2 di dalam negeri atau tidak? Jika ia alhamdulilah, tidak apa di dalam negeri yang penting kuliah S2. Jika tidak juga, aku akan berusaha berdiskusi dengannya. Aku akan keluarkan quote-ku yang di awal tulisan tentang menjadi ibu yang cerdas. Jika tetap tidak diizinkan juga, baiklah aku terima. Yang penting suamiku nanti meridaiku.

Lalu, Plan B (S2 dulu, baru menikah), akhir tahun aku akan berburu beasiswa LPDP. Mengincar Singapura atau Malaysia di jurusan Science Education with Information Communication and Technology. Bismillah…



Bersama Merpati di Ibrahim Al Khalil Road

Kita tunggu skenario Allah selanjutnya. Karena rencana baik dari kita belum tentu baik buat Allah, tapi yang baik menurut Allah, sudah pasti yang terbaik untuk kita.

Salam, 

Segerakan!

Selalu Ingat Dia

Selasa, Maret 22, 2016 3 Comments A+ a-


Di tengah hiruk pikuk para tamu undangan yang hadir, aku dan dia akhirnya membuka pembicaraan. Dua jam lalu, aku hanya bisa terdiam karena terpanah oleh suasana hikmadnya perjanjian suci ini. Kamipun berganti kostum berwarna maroon dan siap dipamerkan di atas panggung. Aku merasa cantik sekali hari ini, setidaknya untuk tiga jam ke depan. Begitupun dengan pria di sampingku, ia sungguh tampan sekali.

Pria yang sudah resmi menjadi imamku ini, akhirnya membuka percakapan denganku. Ia memilih untuk membicarakan tentang bulan madu kita.

“Kita mau berbulan madu dimana, Sayang?” tanya pria yang kini sudah menjadi suamiku.

“Aku mau ke tempat paling indah di Bumi ini!” jawabku yakin.

Ia memberikan pilihan, “Pantai? Gunung? Atau….”

“Kita bulan madu di Hotel saja,” jawabku.

“Hotel mana?” tanyanya lagi.

“Hotel di sekitaran Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, yuk!”

Kitapun saling bertatapan. Mata ini saling mengiyakan satu sama lain, pertanda kami sepakat. Yey! Kami akan mengunjungi salah satu tempat terindah di muka Bumi ini.

***


"Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang yang bertakwa (ialah seperti taman), mengalir di bawahnya sungai-sungai, senantiasa berbuah dan teduh. Itulah tempat kesudahan bagi orang yang bertakwa, sedang tempat kesudahan bagi orang yang ingkar kepada Tuhan adalah neraka." (Qs. Ar-Ra'd 13: 35)

Sulit sekali membayangkan surga itu seperti apa. Ia pasti mengalahkan tempat terindah manapun yang ada di Bumi ini. Tapi, kita sangat wajib mempercayainya bahwa surga itu dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa. Semoga kelak, kita termasuk sebagai penghuninya. Aamiin…

“Mas, adakah tempat di muka Bumi ini yang tidak kalah indah dari Surga?” tanyaku mengagetkan lamunan tatapannya.

Perlahan-lahan tersadar dari lamunanya, ia menjawab, “Ada. Pasti ada. Aku tahu, suasana Masjidil Haram dan Masjid Nabawi pasti telah menghipnotismu. Walaupun aku belum pernah merasakannya, tapi aku paham maksudmu, Sayang.”

“Menurutku, tempat terindah di muka Bumi ini adalah tempat yang membuat kita selalu mengingat Dia. Mengingat kuasa-Nya, mengingat Maha Karya-Nya, mengingat betapa Maha Agung-Nya pencipta kita. Hati ini akan sejuk sekali berada di tempat yang mendukung kita untuk terus mengagumi-Nya, Mas,” jelasku.

“Maukah kamu ke sana? Tempat paling indah dengan suasana romantis yang pernah aku kunjungi!” ajakku kepadanya.



Gate 87 Masjidil Haram

Akupun berinisiatif menceritakan salah satu kejadian yang romantis. “Saat itu, aku baper deh, Mas. Ada sebuah pintu, gate 87. Di pintu itu, banyak sepasang suami istri jika sudah memasuki Masjidil Haram, mereka akan berpisah tempat untuk salat melalui pintu itu. Usai salat, mereka akan saling tunggu-tungguan di depan pintu. Jika sang suami keluar terlebih dahulu daripada istrinya, maka sang suami akan setia menanti istrinya keluar dari pintu itu, sambil memanggil ‘Hajjah… (nama istrinya)’. Lalu, mereka bertemu lagi. Romantis bukan? Romantis di tempat paling indah di Bumi ini. Belum lagi, kalau jalan beriringan dan berpegangan tangan seperti ini sambil menanti Adzan Dzuhur berkumandang di bawah teduhnya payung Masjid Nabawi, Masjid paling indah di muka Bumi ini,” rayuku sambil memegangi tangan kirinya.

Pria visioner ini menjawab dengan tenang, “Tentu mau. Aku setuju denganmu, Sayang! Selalu mengingat Dia. Dan, dimanapun tempat-tempat indah yang akan kita kunjungi nanti, kita harus selalu berharap ridha dari-Nya. Karena menurut Hadist Riwayat Hakim, Sa'ad bin Tariq r.a dari ayahnya, dia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, ‘Sebaik-baik tempat tinggal adalah dunia bagi orang yang menjadikannya sebagai bekal untuk kebahagiaan akhiratnya sehingga dia dapat meraih ridha Tuhannya Yang Maha Mulia lagi Maha Agung. Seburuk-buruk tempat tinggal adalah dunia bagi orang yang dunia telah menghalanginya dari kebahagiaan dari ridha Tuhannya’.”

Percakapan kami sungguh indah sekali. Indah karena kami sudah mengkhayal tempat terindah di belahan Bumi ini. Khayalanku membumbung tinggi bersama doa-doa dari tamu yang menyalami kami di atas panggung.

“Barakallah, Gia dan suami.”




Semoga deja vu.

Bukan Sekadar Chit Chat

Senin, Maret 21, 2016 1 Comments A+ a-


Minggu lalu, aku dapat kabar gembira! Lolos FIM 18 tahap pertama, Alhamdulilah. Maka, akupun harus mengikuti tahap kedua, yaitu interview. Interview dilakukan via skype, dan aku dikeroyok oleh dua interviewer -yang karya dan kontribusinya sudah gak diragukan lagi-. Namanya Mas Aye dan Mas Jodi. BTW, Mas Aye ini calon kepala sekolah di tempat aku mengajar lho! Kebetulan banget yah. Kitapun melakukan interview selama kurang lebih 20 menit.

Dan aku berhasil dibuat kicep alias gak bisa berkata-kata. Oh God! Mungkin karena aku juga kurang persiapan kali ya. Gak nyangka sama semua pertanyaan-pertanyaan yang diberikan. Jadinya, aku menjawab pertanyaan mereka ngalir saja gitu.

Lusanya, gantian.

Giliran aku yang jadi interviewer! hahaha. Rasanya seru sekali, bisa membalas dendam! please, jangan diikuti ya. Jadi, ada 77 peserta interview yang berhasil sampai ke seleksi VTIC Cycle 5 tahap ketiga untuk regional Jabodetabek-Banten.

Awalnya dibuat santai, kayak chit chat gitu. Tapi ini, bukan sekadar chit chat!


Aku dan Rachman saat Seleksi Tahap 3 untuk VTIC Cyle 5

Karena emang niatku untuk membalas dendam, akhirnya pertanyaan-pertanyaan interviewer FIM, aku tanyakan pula saat seleksi interview untuk VTIC Cylce 5. Huh! Seru banget rasanya! hahaha.

Nah, untuk kamu yang belum tahu apa itu FIM, FIM itu singkatan dari Forum Indonesia Muda alias kumpulan aktivis, pemuda, pemudi, seniman, dan lain-lain yang sudah mempunyai karya dan kontribusi untuk bangsa dan negara Indonesia. Ini ajang bergengsi banget! Di sana kita bisa saling berkolaborasi untuk membuat karya/ project. Aku sudah mencoba dua kali, dan gagal. Payah yah? Aku sudah mencoba FIM 16 dan FIM 17, tetap saja Allah belum menginzinkan aku untuk menjadi bagian dari FIM. Semoga FIM 18 ini, aku bisa menjadi salah satunya ya. Aamiin...

Nah kalau VTIC, ini juga gak kalah keren dari FIM. VTIC singkatan dari Volunteerism Teaching Indonesian Children. Intinya VTIC sedang menyeleksi 700 calon relawan pengajar muda yang siap untuk mengajar anak-anak buruh migran Indonesia di Serawak, Malaysia. Tahun ini adalah angkatan kelima. 

Aku dikasih kesempatan untuk menjadi interviewer VTIC. Seleksi interview Regional Jabodetabek-Banten diadakan di Asrama Sunan Giri, Ramangun. Aku terbang dari Pandeglang menuju Rawamangun. Sekalian mau silahturahmi juga sama teman-teman dan dosen. Kebetulan santri-santri lagi UTS, jadi aku bebas! Yey!

Serunya menjadi interviewer adalah aku bisa membaca karakter berbagai calon peserta. Ada yang melankolis, ada yang bersemangat, bahkan ada juga yang datar-datar saja. Alhamdulilah, dari 17 peserta yang aku dan Rachman (partner) interview, ada tiga peserta yang sampai nangis bombai dan ada satu peserta yang matanya sudah berkaca-kaca. Usut punya usut, kata panitia VTIC lainnya, aku ini terlalu menakutkan saat memberikan pertanyaan seleksi interview, sehingga banyak peserta yang jiper (takut) gitu. Maafin ya...

Namun, gak semua salahku juga, pokoknya! Peserta interview banyak yang berbicara dari hati mereka. Melankolis abis deh. Bahkan ada satu peserta yang di awal optimis banget, berbicaranya meyakinkan, dan sepertinya orangnya tegar. Dan eng ing eng.... menjelang pertanyaan pamungkas, akhirnya iapun menangis bombay.

Pertanyaan yang bikin peserta ketakutan diantaranya:

  • Apa motivasimu mengikuti VTIC? 
  • Apa kontribusi yang dapat kamu berikan pasca VTIC?
  • Menurutmu apa sih yang bisa membuat orang lain terinspirasi dengan cerita VTICmu nanti?
  • Berikan alasan kepada kami (interviewer) agar kami dapat memilih kamu dibandingkan kandidat lain?
Zonk! Akupun ketika ditanya pertanyaan seperti itu saat interview FIM via Skype, jawabannya juga banyak yang ngaco. Jujur, akupun jiper pula. Yang bikin peserta ketakutan ketika di-interview adalah gaya bicara interviewer-nya. 

Misalnya, yang pertanyaan keempat. Peserta menjawab, "Aku orang yang mau belajar, aku punya tekad yang kuat, aku sudah tahan banting. Aku bisa menginspirasi orang, bla.. bla.. bla...". Lalu, interviewer, selalu mengelak jawaban peserta, mereka berdalih, "Lho, kandidat lain juga banyak kok yang mau belajar, banyak juga kok yang mempunyai tekad yang kuat, bla.. bla.. bla..." Alhasil, pesertapun dibuat bingung dan harus berpikir cepat, kira-kira jawaban apa yang membuat interviewer bisa puas.

Apalagi, ditambah gaya bicaraku yang agak sengak banget! Dor! Peserta banyak yang menangis gara-gara pertanyaan pamungkas itu. Kalau aku saat ditanya sama interviewer FIM, aku malah cengar-cengir, dan mengulang dengan yakin jawaban yang telah aku sebutkan.

Jadi, untuk kamu yang pernah aku interview, maafin aku ya... maafin kalau kamu gak lolos VTIC. Tapi doakan aku lolos FIM, hehehe

Selamat untuk kamu yang lolos VTIC!

TIPS:
Ingat, interview (untuk keperluan seleksi suatu acara/ kegiatan) itu bukan sekadar chit chat. Jawaban kamu yang sudah dilatih berulang-ulang kali sebelum interview kelihatan banget lho! Boleh santai, tapi tetap fokus. Jawaban jujur jauh lebih baik, daripada jawaban yang dilebih-lebihkan. 


Bersama Keluarga VTIC

Diskusi Online tentang Esai

Minggu, Maret 20, 2016 3 Comments A+ a-


Seru deh! Ternyata teknologi memudahkan segalanya yah. Salah satunya, aplikasi pesan untuk smartphone yang menggunakan paket data internet atau wifi, yaitu WhatsApp. Saat ini, satu grup WhatsApp bisa memuat 256 orang lho! Rame yah?


Seiring dengan hausnya mendiskusikan sebuah materi, tak jarang WhatsApp juga digunakan oleh penggunanya untuk berdiskusi secara virtual, bisa lewat kata-kata ataupun dengan voice note. Bahkan bisa juga lewat gambar, video, dan saling berkirim file documents.


Satu minggu yang lalu, ada sebuah grup WhatsApp yang isinya terdiri dari 147 mahasiswa/ alumni berbagai universitas di Indonesia. Admin grup tersebut meminta aku untuk menjadi pemateri tentang sebuah topik yang sangat dengan mahasiswa, yaitu tentang esai.


Esai ternyata menjadi topik pertama yang didiskusikan di grup itu. Alasannya, karena banyak mahasiswa yang kesulitan membuat esai untuk tugas kuliah ataupun untuk diikutkan lomba atau syarat dari seleksi suatu acara.


Diskusi tentang Esai dimulai dari pukul 20.00 sampai 21.30 WIB. Namun, 30 menit sebelum diskusi dimulai, peserta diskusi yang ingin mengikuti diskusi online ini diminta untuk mengisi presensi. Dan tepat pukul 20.00 WIB diskusipun dimulai. Diskusi kali ini mengangkat tema "Lebih Dekat Mengenal Esai: Rekam Jejak Solusi-solusi Terbaikmu untuk Bangsa Kita".


Moderator:

Assalamu'allaikum. Selamat Malam semuanya! Perkenalkan saya Dhori Pridana, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta. Malam hari ini, saya akan menjadi moderator dalam forum diskusi atau lebih tepatnya forum berbagi ilmu dari teman-teman kita lainnya. Kali ini kita akan membahas tentang Esai dg dipandu oleh teman kita Mbak Gia dari UNJ.

Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan mengatakan, budaya membaca di Indonesia sampai saat ini masih sulit diterapkan. Ia mengatakan budaya membaca buku sampai saat ini masih rendah. Berdasarkan data UNESCO, presentase minat baca Indonesia sebesar 0,01 presen. Hal tersebut tersebut berimbas pada minat menulis masyarakat Indonesia, terutama dalam dunia ilmiah.


Minat menulis jurnal ilmiah di Indonesia masih rendah. Data dari Scientific American Survey (1994) menunjukkan kontribusi tahunan Scientist dan Scholars Indonesia pada pengetahuan (knowledge), sains, dan teknologi hanya 0,012 persen. Fakta tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan kontribusi Singapura yang mencapai 0,179 persen.


“Tentu kalau dibandingkan dengan sumbangan ilmuwan di AS tidak signifikan karena disana mencapai 20 persen,” papar peneliti dari Jurusan Kimia FMIPA UGM, Prof.Dr. Mudasir, M.Eng


Baiklah tanpa berlama-lama, mari kita sapa pemateri kita.

Selamat malam Mbak Gia!


Gia: 
Assalamu'allaikum. Selamat malam, teman-teman!
Hallo Dhori. Terima kasih sudah berkenan menjadi moderator.

Izinkan saya memperkenalkan diri terlebih dahulu yaaa.. Nama saya Sitti Ghaliyah. Pemilik www.giaghaliyah.com *jadi promo deh* Biar lebih akrab, silakan berkunjung ke sini 🏻


           

Yuk teman-teman kita mulai berdiskusi...


Moderator: 
Oke mbak salam kenal! Baik yg pertama, bisa mbak menjelaskan apa itu essai? Barangkali di sini masih banyak teman-teman yang belum mengetahuinya.

Gia:

Akupun mulai meng-copy beberapa paragraf yang memang sudah aku tuliskan di postingan sebelumnya. Aku memang sudah mempersiapkan materi Esai sebelum diskusi virtual dimulai. Ini dia link materi Esai Merekam Jejak Melalui Esai. Tapi, aku hanya meng-copy isi materi tersebut ketika moderator bertanya. Alhamdulilah, pertanyaan moderator sudah tersedia semua di link tersebut. Berarti aku berhasil membuat isi materi yang sesuai dengan pertanyaan moderator.

Moderator:

Baiklah, pertanyaan terakhir saya sebelum saya persilakan teman-teman untuk bertanya dan diskusi.

Bagaimana agar kita dapat dengan mudah melihat suatu masalah (yang nantinya akan kita jadikan topik esai) dan dapat memberikannya solusi. Sesuai tema pada diskusi ini.



Gia:
Wowwwww masalah banyak banget lho! Ada di segala bidang. Ada di sekitar kita. Salah satunya ya harus paham isu. Namun untuk pemula, kamu bisa menulis Esai berdasarkan masalah atau topik yang diberikan pada lomba-lomba Esai. Lomba-lomba Esai tuh banyak banget. Kamu bisa mulai berlatih dengan mengikuti lomba-lomba yaaa.

Di lomba-lomba ituu akan menantang kita dengan suatu permasalahan. Lalu, cari referensinya dulu deh.. Alias paham isunya dulu..

Lalu, moderatorpun akhirnya mempersilakan peserta diskusi online untuk mengajukan pertanyaan ke aku.



                                       
Penanya Pertama:
Mas Dhori, Mbak Gia mau tanya...
Muhammad Alimul Fadilah_UMS Surakarta_ Mau nanya nih Mbak Gia, untuk pemula/ yang masih belum bisa sama sekali menulis essai, bagaimana caranya ya biar kita itu bisa menuulis essai sederhana pelan-pelan sambil belajar juga tapi juga berbobot, tidak asal tulis aja gitu mbak, jadi kita yang pemula ini selain belajar, kalo ada event atau lomba-lomba bisa ikut dan dipertimbangkan juga, ada tips dan trik khususnya nggak nih dari Mbak gia, matur nuwun.

Gia menjawab:
Waaaaah pertanyaaannya aku banget tuh waktu dulu!

Jawabannya adalah JAM TERBANG MENULIS. Pengalaman aku, menulis esai juga gak langsung jago. Gak langsung menang lomba-lomba. Tapi bertahap!


Dimulai dari.... Suka menulis. Aku membiasakan diri dengan menulis blog. BTW, mampir yaaa ke www.giaghaliyah.com  *kan jadi promosi lagi haha*


Setelah kamu sudah jatuh cinta dengan menulis, aku sebel karena tulisanku kok gak berkualitas yaaa... Maka, aku mencoba dengan banyak membaca juga. Lalu paham isu dengan cara banyak diskusi. Setelah itu, aku memberanikan diri untuk mengikuti lomba-lomba esai deh. Beeeh gak pernah menang hahaha.. Tapiiii, lama-lama jadi belajar sendiri, oooo esai yang baik tuh giniii toh! Kuncinya belajar dari pengalaman dan jam terbang menulis diperbanyak ya!

Penanya Kedua:
Gia, Kang Dhori, aku ingin bertanya.

Tryas_Universitas Muhamadiyah Surakarta_Gia, apa bedanya esai lomba dan esai untuk beasiswa?


Gia menjawab:
Bedanya, esai lomba mempunyai struktur yang harus kamu taati. Caranya biar menang pelajari lima karakteritik esai yang sudah aku paparkan sebelumnya ya. Esai beasiswa hampir sama. Namun keunikannya, lebih ke arah to the point, harus jujur, dan bersifat kontribusi. 

Teman-teman lain yg ingin menambahkan jawabanku sangat aku persilakan yaaaa.

Penanya Ketiga:
Mbak gia, Mas Dhori aku mau nanya .
Ucup_UMS Solo_Apa sih manfaatnya menulis esay buat kita ?

Gia menjawab:
Okey pertanyaanmu aku jawab dengan quote yaaa...
Karena dengan menulis, saya meninggalkan banyak jejak sebagai saksi bahwa saya ikut andil memberikan solusi-solusi untuk bangsa ini. -Sitti Ghaliyah-
Jadi, esai ya bukan sekadar tulisan biasa! Ia sangaaaaaaat bermanfaaat. Ia akan merekam jejak-jejak buah pemikiran plus solusi yang kita tawarkan untuk permasalahan bangsa dan negeri kita ini.
Menulis Esai termasuk berkontribusi lho! Termasuk aksi nyata juga! Karena ia bisa menebarkan banyak inspirasi dan solusi-solusi.

Trus bedanya sama nulis yang semacam perlombaan PKM dan lain-lain, apa mbak ? Kan sama sama mengangkat permasalahan yang ada dan memberikan solusinya... Awam nih aku

Gia menjawab: 

Bedaaaaa.. Jelas beda! Udah beda tingkatan kalau kita membicarakan menulis PKM..

Yaapsss sama-sama mengangkat permasalah dan memberikan solusi kok!

Esai nulisnya individu, gak berkelompok loh yaaa... Secara strukturpun juga beda.
Namun Esai tuh seru! Karena lombanya Banyak sehingga melatih kemampuan menulis kita juga.

Penanya Kelima:
Haii Gia, mau nanya ya... 🏻

Melly_Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang


1. Kesalahan paling umum dalam menulis esai biasanya apa aja, ada solusi biar kesalahan bisa dideteksi penulis sebelum keburu di-submit?


2. Misal esai ini digunakan untuk beasiswa atau lomba, apa sih yang menarik perhatian adjudicator dalam menilai, (diluar konten isi materi ya)?


Gia menjawab:
Untuk pertanyaan pertama.
Aaaaaa inii dia pertanyaan yang aku tunggu-tunggu!
Kebetulan aku beberapa kali sering diminta menjadi juri lomba Esai nasional. Nah, aku jadi paham nih kesalahan yg sering dilakukan oleh si penulis esai.

Kesalahan-kesalahan tersebut, diantaranya:


  1. Salah struktur. Banyak yang gak paham maksud dari pendahuluan itu apa sih.
  2. Tulisan gak punya sub judul (di bagian isi Esai).
  3. Gak ada benang merah antara satu sub dengan sub lainnya.
  4. Lupa pakai kesimpulan nih.
  5. Ada yg pakai kesimpulan, tapi bentuknya point per point. Yang benar addalah tetap paragraf yaaa!
  6. Tulisannya gak fokus. Melebar kemana-mana.
  7. Referensinya gak ada. Sedikit sekali.
  8. Banyak yg suka menggunakan data atau referensi alot. Maksudnya referensi yang sudah enam tahun lalu.
  9. Lupa ada daftar isi.
  10. BANYAK TYPO! ini nih yang ngebetein. Baru mau baca atau baru mau menilai esai peserta, tapi sudah ilfeel gara-gara paragraf di awal ada typo-nya.

Nah, pertanyaan yang kedua...

Judul dulu yang dilihat! Keren gak yaaa judul nya... Ini sih selera juri aja.


Lalu pendahuluan! Saya sangat menkankan ke teman-teman untuk hati-hati menulis pendahuluan yaaa. Karena itulah kesan pertama untuk menarik perhatian juri. Ingat di akhir paragraf pendahuluan, kalau saran saya kasih pertanyaan. Jadi, ujungnya tuh kalimaat pertanyaan alias rumusan masalah dari tulisan esai kamu.

Moderator:

Baiklah karena waktu sudah menunjukkan pukul 21.28 WIB, maka diskusi akan segera berakhir. Untuk Mbak Gia, bisa sampaikan closing statement untuk teman-teman.

Gia:


"Karena dengan menulis, saya meninggalkan banyak jejak sebagai saksi bahwa saya ikut andil memberikan solusi-solusi untuk bangsa ini."

Jadi, esai ya bukan sekadar tulisan biasa! Ia akan merekam jejak-jejak buah pemikiran plus solusi yang kita tawarkan untuk permasalahan bangsa dan negeri kita ini. Gimana? Sudah tertarikkah kamu menulis esai?

Aku seneng banget, dengan menulis esai uang jajan buat ngampus gak pernah habis hihihi. Walaupun tanggal tua, dompetku gak pernah kering loh, hanya kerena menulis esai. Karena banyaaaaaak sekali lomba-lomba esai untuk mahasiswa S1/ D3 dan hadiahnya gile-gile deh pokoknya! Mau lihat kumpulan esai-esaiku? Boleh banget silakan kunjungi http://www.kompasiana.com/giaghaliyah.

Diskusipun berakhir. Notulis membagikan rangkuman dari diskusi yang telah dilakukan.

Karena waktunya cepat sekali berkahir, maka ada beberapa peserta diskusi yang memilih untuk chat aku langsung untuk bertanya mengenai esai.

Penanya Keenam
Kalau misalkan baru suka membaca dan belum suka menulis, apa yang cocok untuk ditulis pertama kali atau apa pematiknya mbak? Kalau resensi buku boleh gak untuk ditulis pertama kali?

Gia menjawab:
Blog! Suer jawabannya blog. Latihan menulis di blog. Pematiknya terinspirasi dengan tulisan orang lain. Maka, kamu akan ngileeeeer pengen ikutan nulis kayak si dia. Wah bagus banget kalau sudah suka membaca! Tulisan kamu insyAllah akan berkualitas, aamiin. Boleh! Boleh tulis apapun di blogmu itu. 

Penanya Ketujuh
Bagaimana cara membudayakan menulis?

Gia menjawab:
Berusaha menulis apa saja. Mungkin bisa dimulai lewat blog. Intinya ada niat mau menulis dan membiasakannya.


Ok, itulah rangkuman diskusi online tentang esai. Semoga bermanfaat! Semangat menulis esai, guys! Jangan sungkan bertanya apapun tentang esai ke aku yaaaa *beh sok jagonya mulai deh gi* Oia, mereka banyak yang memanggil aku dengan sebutan "mbak", sejujurnya aku lebih menyukai dipanggil dengan panggilan, "Kak" Ok?