RUU Keadilan dan Kesetaraan Gender #INFO Survey Mading

Sabtu, April 21, 2012 0 Comments A+ a-

Betikut ini adalah Info Survey Mading untuk Awal Mei 2012.

Ayooo ikut berpartisipasi, Suarakan Pendapatmu!! =D

       copy from: ResistNews

           Rancangan Undang-Undang KKG yang tengah dibahas oleh Komisi VII DPR RI mengandung beragam pembahasan yang mendekonstruksi relasi serta kedudukan pria dan wanita dalam pandangan Islam. Spirit feminisme dan humanisme yang diusung dalam RUU KKG amat kental. Dengan dalih untuk menghilangkan diskriminasi gender, RUU ini mendekonstruksi pandangan Islam tentang peran dan kedudukan pria-wanita.

        Bila dicermati RUU KKG ini membawa muatan yang bertentangan dengan ajaran Islam selain juga terdapat kontradiksi, dan justru memperparah kedudukan wanita dalam keluarga dan masyarakat. Secara global bahaya yang dikandung dalam RUU KKG adalah sebagai berikut:

1.          RUU KKG ini disusun berlandaskan SEKULERISME, karena menghilangkan peran syariat Islam yang telah menata dengan adil relasi pria-wanita dan memberikan kedudukan yang mulia terhadap wanita, baik secara individu, di dalam keluarga dan masyarakat. Hal ini tampak dalam Ketentuan Umum Pasal 1, dimana dinyatakan
“Gender adalah pembedaan peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial budaya yang sifatnya tidak tetap dan dapat dipelajari, serta dapat dipertukarkan menurut waktu, tempat dan budaya tertentudari satu jenis kelamin ke jenis kelamin lainnya.”

       Para penyusun RUU KKG ini berarti menyatakan syariat Islam sebagai produk budaya yang dapat diubah sesuai dengan waktu, tempat dan budaya. Padahal syariat Islam adalah wahyu Allah yang tidak akan berubah, bukan hasil konstruksi budaya.

2.         RUU KKG ini membawa semangat liberalisme, khususnya bagi kaum wanita untuk melakukan tindakan apapun secara individual. Hal ini bisa dilihat misalnya pada Ketentuan Umum Pasal 1: Poin 2:
Kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi dan posisi bagi perempuan dan laki-laki untuk mendapatkan kesempatan mengakses, berpartisipasi mengontrol dan memperoleh manfaat pembangunan di semua bidang kehidupan.

      Dengan pandangan seperti ini maka RUU KKG telah menempatkan kebebasan dan inividualisme sebagai pedoman dalam bertindak bagi perempuan untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan dengan tanpa memandang halal dan haram.
3. 
            RUU KKG ini juga berpotensi menghancurkan tatanan keluarga yang telah diatur dalam syariat dimana peran suami dan istri, peran ayah dan ibu, telah mendapatkan pengaturan yang mulia sesuai fitrah dan sesuai wahyu Allah SWT. Hal ini terlihat dalam Pasal 12, dimana dinyatakan “Memiliki relasi yang setara antara suami dan istri; Atas peran yang sama sebagai orang tua dalam urusan yang berhubungan dengan anak; Menentukan secara bebas dan bertanggung jawab jumlah anak dan jarak kelahiran Atas perwalian, pemeliharaan, pengawasan dan pengangkatan anak”

      Terlihat RUU KKG ini menginginkan peran yang setara bagi pria dan wanita dalam keluarga. Otomatis pengaturan ini menghilangkan peran ayah-ibu dan suami-istri. Dengan demikian RUU KKG ini justru berpotensi merusak tatanan keluarga yang telah diatur dengan adil oleh syariat Islam, dimana istri tidak perlu mencari nafkah dan diberi peran sebagai ibu dan pengatur rumah tangga.

       Meski kelihatan adil, faktanya pasal ini akan merusak kehidupan para istri/kaum ibu karena selain diposisikan sebagai ibu mereka juga diberikan peran sebagai pencari nafkah keluarga layaknya suami mereka. Yang berarti menambah beban bagi para wanita.

       Pasal ini juga berpotensi merusak masa depan anak-anak keluarga muslim karena ibu mereka merasa pengasuhan anak bukan lagi menjadi kewajiban agung baginya, tetapi peran yang bisa dibagi bahkan dialihkan kepada orang lain, termasuk dengan suami mereka.

Ada beberapa catatan penting tentang muatan yang diusung dalam RUU KKG ini adalah sebagai berikut:


Pasal
Kritik
Ketentuan Umum Pasal 1:
Poin 1.
Gender adalah pembedaan peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial budaya yang sifatnya tidak tetap dan dapat dipelajari, serta dapat dipertukarkan menurut waktu, tempat dan budaya tertentu dari satu jenis kelamin ke jenis kelamin lainnya.
· Pasal ini menyamakan ajaran Islam dengan teori sosial budaya serta produk pemikiran manusia yang memang bisa direkonstruksi sesuai tempat dan waktu.
· Ajaran Islam tentang kedudukan pria-wanita adalah wahyu Allah yang bersifat fix dan permanen.
Poin 2:
Kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi dan posisi bagi perempuan dan laki-laki untuk mendapatkan kesempatan mengakses, berpartisipasi mengontrol dan memperoleh manfaat pembangunan di semua bidang kehidupan.
· Pasal ini mengandung muatan liberalisme/kebebasan, tanpa mengindahkan lagi peran wanita sebagai anak yang berada dalam perwalian, atau sebagai istri dan ibu dalam sebuah keluarga. Dengan demikian pasal ini berpotensi merusak tatanan keluarga muslim.
Poin 3:
Keadilan gender adalah suatu keadaan dan perlakuan yang menggambarkan adanya persamaan hak dan kewajiban perempuan dan laki-laki sebagai individu, anggota keluarga, masyarakat dan warga negara.
· Pasal ini bertentangan dengan fitrah manusia, khususnya kaum wanita yang memiliki tabiat dasar sebagai ibu dan istri.
· Pasal ini jelas bertentangan dengan syariat Islam yang mengatur peran dan kedudukan wanita baik sebagai anak maupun sebagai istri dan ibu dalam sebuah keluarga, di antaranya kewajiban taat pada orang tua atau suami. Demikian pula bertentangan dengan hukum kewajiban memberi nafkah bagi seorang ayah atau suami kepada anak gadis atau istrinya.
· Pasal ini dan pasal-pasal lainnya yang serupa justru menambah beban bagi kaum wanita karena berarti mereka juga sama-sama wajib mencari nafkah layaknya ayah atau suami mereka.
Poin 4:
Diskriminasi adalah segala bentuk pembedaan, pengucilan atau pembatasan dan segala bentuk kekerasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin tertentu, yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau menghapuskan pengakuan, penikmatan manfaat atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil atau bidang lainnya, terlepas dari status perkawinan, atas dasar persamaan hak antara pemermpuan dan laki-laki.
· Pasal ini mengandung prinsip liberalisme karena menjamin kebebasan dalam bidang-bidang kehidupan
· Selain itu pasal ini juga bertentangan dengan syariat Islam yang sudah mengatur posisi dan peran pria-wanita dalam bidang ekonomi, sosial, politik, dsb. Seperti misalnya wanita tidak wajib mencari nafkah, tidak wajib berjihad, tidak perlu menjadi kepala negara, dsb.
Bab II Pasal 2:
Kesetaraan dan keadilan gender dilaksanakan berdasarkan asas:
a. Kemanusiaan;
b. Persamaan substantif;
c. Non-diskriminasi;
d. Manfaat;
e. Partisipatif; dan
f. Transparansi dan akuntabilitas.
· Terlihat jelas yang menjadi landasan RUU KKG ini adalah humanisme dan asas manfaat yang subyektif-relatif, sehingga memungkinkan terjadinya perselisihan di dalamnya.
· Pasal ini juga bertentangan dengan prinsip ajaran Islam yang landasannya adalah keimanan, bukan humanisme dan asas manfaat/kepentingan.
Pasal 3:
a. Mewujudkan kesamaan untuk memperoleh akses, partisipasi, kontrol dan manfaat antara perempuan dan laki-laki dalam semua bidang kehidupan, dan
b. Mewujudkan kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang setara dan adil.
Sudah dibahas pada pasal sebelumnya
Pasal 4:
(1). Dalam bidang politik dan pemerintahan setiap orang berhak;
c. memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan
· Pasal ini ingin menghilangkan hukum Islam yang tidak memperbolehkan wanita menjabat kepala negara.
· Dalam Islam kaum wanita tetap memiliki hak dan kewajiban beramar maruf nahi mungkar termasuk kepada penguasa
Pasal 4 ayat 2:
Perempuan berhak memperoleh tindakan khusus sementara paling sedikit 30 % (tiga puluh perseratus) dalam hal keterwakilan di legislative, eksekutif, yudikatif, dan berbagai lembaga pemerintahan non-kementerian, lembaga politik dan lembaga non-pemerintah, lembaga masyarakat di tingkat daerah, nasional, regional dan internasional.
· Acuan atau landasan paling sedikit 30% absurd; mengapa harus minimal 30%? Bukankah yang paling pokok adalah kualitas keterwakilan dan bukan kuantitasnya?
· Dalam Islam wanita boleh menjadi menyampaikan aspirasi kaumnya dan beramar maruf nahi mungkar. Ia bisa menjadi anggota majlis ummah ataupun tidak, yang penting hukum Islam yang mengatur hak dan kewajiban kaum wanita terlaksana.
Pasal 12:
Dalam perkawinan, setiap orang berhak:
a. Memasuki jenjang perkawinan dan memilih suami atau istri secara bebas;
b. Memiliki relasi yang setara antara suami dan istri;
c. Atas peran yang sama sebagai orang tua dalam urusan yang berhubungan dengan anak;
d. Menentukan secara bebas dan bertanggung jawab jumlah anak dan jarak kelahiran
e. Atas perwalian, pemeliharaan, pengawasan dan pengangkatan anak dan
f. Atas pemilikan, perolehan, pengelolaan, pemanfaatan, pemindahan tangan beserta pengadministrasian harta benda.
· Pasal ini berarti bisa memberikan kebebasan perkawinan; muslimah bisa dengan laki-laki non muslim, sehingga menghilangkan hukum-hukum pernikahan dalam Islam.
· Pasal ini mengandung muatan yang membahayakan keutuhan keluarga dalam ajaran Islam, karena tumpang tindihnya perang ibu dan ayah serta istri dan suami.
· Bila istri diberikan peran setara bukankah berarti istri juga harus bertindak sebagai pencari nafkah? Bukankah itu berarti menjadi ‘double burden’(beban ganda) bagi para istri/ibu?
· Kesetaraan perwalian dan pemeliharaan anak jelas mengacaukan peran dan tanggung jawab suami-istri dalam keluarga, karena berarti ibu bisa melimpahkan peran ini kepada suami atau pihak lain. Pasal ini berpotensi merusak pendidikan dan pengasuhan anak dalam keluarga
· Kesetaraan dalam pengadministrasian harta benda juga bertentangan dengan hukum waris dalam Islam. Pembagian waris dalam Islam telah diatur oleh Allah dengan seadil-adilnya, di mana pria mendapatkan bagian yang proporsional karena ia juga berkewajiban menanggung nafkah anggota keluarganya yang perempuan seperti saudara perempuan dan juga istrinya.
Pasal 13:
Untuk bebas dari ancaman, diskriminasi, dan kekerasan, setiap orang berhak:
a. Atas rasa aman dan mendapatkan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu;
b. Mendapatkan perlindungan dari kekerasan;
c. Mendapatkan perlindungan dari perlakukan yang merendahkan martabat manusia; dan
d. Mendapatkan perlindungan dari perlakuan diskriminatif
· Ukuran merendahkan dan diskriminatif jelas tidak mengacu pada Islam, tapi pada humanisme dan liberalisme, sehingga berpotensi menghilangkan sejumlah hukum Islam semisal kewajiban berjilbab, kewajiban menjalankan kehidupan domestik (keluarga), termasuk pemberian sanksi dari suami manakala seorang istri melakukan nusyuz (pembangkangan) terhadap perintah suaminya.
Pasal 14
c. Menjamin terlaksananya upaya penghapusan diskriminasi dalam bidang hukum, politik, sosial, ekonomi dan budaya,
f. menyusun dan melaksanakan kebijakan yang tepat untuk mengubah perilaku sosial dan budaya yang tidak mendukung kesetaraan dan keadilan gender
· Berarti pasal ini akan menjadi acuan untuk penyusunan beragam agenda untuk mewujudkan liberalisme terhadap kaum wanita dan keluarga. Termasuk akan melakukan edukasi secara luas untuk melakukan dekonstruksi terhadap ajaran Islam. Bahkan pasal ini juga bisa mendorong pemberian sanksi hukum
Pasal 15 ayat d:
Menanamkan nilai-nilai kesetaraan dan keadilan gender kepada anak sejak usia dini dalam keluarga.
· Pasal ini akan mendorong penanaman nilai-nilai yang bertentangan dengan ajaran Islam tentang keluarga secara luas di masyarakat melalui berbagai institusi di masyarakat yang langsung berhubungan dengan keluarga semisal PKK, PAUD, Posyandu, dsb.

Terima kasih telah berkunjung. Yuk tinggalkan jejakmu!