Nangis 30 Detik Karena Buku Kalkulus Episode 2
Sambungan dari "Nangis 30 Detik Karena Buku Kalkulus Episode 1"
Jrreeeennggg
Jrreeennggg
Kiar datang, dan memecahkan suasana hening dikelas (Kehebohan berpindah ke Lantai 2).
“Wiiihhh
Gia, kata pak Hadi, lu sama Idrus tuh pasangan Buku Kalkulus nya!” Kata Kiar
dengan suara cemprengnya.
Owalaaah
gue kaget banget!, berhubung gue cerdas, yaa gak percaya lah gue. *loh?
“Seriusss
gi, nih yaa pak hadi bilang, Yaudah Idrus sama Gia ajaa buku Kalkulusnya, gitu
gii kata pak Hadi,” Kata Kiar yang sengaja suara cemprengnya itu diperbesar
volumenya. (biar Idrus denger juga gitu, secara dia kan Pasif)
“Huh, gak
percaya gue yaarrr,” Kata gue.
“ciyeee,
yang sama Idrus buku kalkulusnya,” Kata kokoh menambahkan.
“Apaan
sih koh, yah gak mungkin lah, mana mungkin Pak Hadi tau yang namanya Gia, dan
gak mungkin juga gue ada begitu-begitu nya sama Idrus,” Kata gue gak percaya.
“wah, jangan-jangan
Pak Hadi baca blog lu lagi,” Kata Kokoh cengar-cengir.
“Seriusss
gii, pak hadi nyebut nama Gia dan Idrus,” Tambah Kiar.
Owalaaaahh,
nama gue SITTI GHALIYAH, gak mungkin banget seorang dosen (Pak Hadi) tahu nama
panggilan gue, GIA. Dan masa iyaa, pak hadi tau Idrus deket sama gue. Hah?
~Imposible gan~.
Bang
Idrus pasti denger deh tapi, yaa dia masih asik dengan dunianya, berkutat
dengan tulisan angkanya.
Gak
mungkin, Imposible, kalau gue sama Idrus dipasangin buat buku Kalkulus.
Kampreeett siapa pula nih yang iseng. Dan gimana ceritanya coba, Pak Hadi tahu
nama Gia, dan tahu pula Idrus ? Hah?
Buru-buru
gue kebawah, buat nemuin Puji, Karena Pasangan buku Kalkulus gue yaaa Puji
(seharusnya)!!. Pas mau turun ke lantai 2, eeeehhh, Puji, Hafidz, dan beberapa
teman-teman PFNR nongol.
Dan Puji
langsung bilang, “Eh giii, pasangan Kalkulus lu Idrus, bukan gue!, kata pak
hadi gitu,”.
HHHHHAAAHHH???
Oh noooo, bagaikan disambar petir gue. Dengan langkah lunglai, dan tidak ada
semangat saking lemasnya, gue jalan masuk ke ruangan kembali. Menempeli pantat
gue dikursi semula.
Kaget
banget Puji bilang gitu. Ditambah lagiiii yaaaa, Hafids juga bilang, “Iyaaa,
gii, Pak Hadi bilang gitu,”
Langsung
gue membayangkan, apalah jadinya gue kalau Buku Kalkulus Thomas barengan sama
Bang Idrus. Parah!!! ~emang lebay gue~ tapi, yaa terserah Readers.
Yang ada
yaaa, bukan belajar tapi malaah… *hehehe
Walaupun
Bang Idrus pinter nya luaaarrr biiaaasaaa. Tapi Noooo deh!. Doi, otaknya tinggi
banget selangit. Lah otak gue nyampe gedung lantai satu aja kagag nyampe.
Gue
maunya sama Puji! Puji!, Puji emang gak pinter pinter banget Kalkulus 2 nya.
Gak sepinter Bang idrus, kokoh, kiar ataupun Hafidz. Nih yaaaaa, enaknya Puji,
otaknya tuh sederajat lah sama gue. Puji bisa merintah gue, dan gue bisa
merintah puji. Puji bisa marah sama gue, yaa gue bisa marah sama puji. Puji gak
bisa ngerjain kalkulus, yaa kemungkinan gue juga kagag bisa. Gue bisa ngerjain,
yaa puji juga bisa. Hampir sama deh. Karena derajat otaknya hampir sama. Apa
yang dimaksud puji, nah itu pula yang gue maksud. Begitupun sebaliknya.
Kalau gue
dipasangain sama orang Pinter, Pinter buanget. Kemungkinan besar gue akan
malas!, bodoh! Dan gak Peduli sama Kalkulus. Gue akan menganggep enteng
Kalkulus.
Nah kalau
gue sepasang dengan otak yang hampir sama (gak pinter pinter banget lah)
Kemungkinan besar, gue akan berjuang mati-matian untuk mengerti. Yah itu hanyalah bayangan.
Lanjuuuttt
lagi yuuk ~~
“Nih
yaaa, Pak Hadi bilang, GIA SAMA IDRUS AJA PASANGAN BUKU KALKULUSNYA”. Kata puji
dengan suara kenceng. (dengan maksud Idrus mendengar perkataan Puji)
“Iyaa
bener Pak Hadi bilang gitu kok”. Tambah Hafidz.
“Iyaaa,
gue juga dengar kok Pak Hadi bilang gitu, Gia sama Idrus aja,” Kata Diah dari
belakang yang suaranya gak kalah kenceng sama Puji.
Saat
mereka semua mengencengkan suaranya, kelas hening. Dengan seksama layaknya
mendengarkan Proklamasi. Semata-mata agar Idrus mendengar dan merespon. Hal
yang sama terjadi, dia masih asik dengan dunia tulisan angkanya. Tumben banget
gue gak PANAS DINGIN. Lagi-lagi untuk keseribu kalinya gue dicengin dengan Bang
Idrus dikelas. Kali ini dicengin keroyokan.
Ada yang
diam lah, anteng dengerin suara-suara kenceng itu, ada yang respon ciyee-ciyee
lah dan lain-lain.
Gue
langsung diem. Diem sediem deiemnya. *yang benar Diam
Gue
langsung berdiri, pindah tempat duduk. Menempeli pantat gue di kursi pojok kiri
barisan kedua.
Hati ini
nyesek banget. Baru kali ini gue RISIH! RISIH! Serisih-risihnya dicengein sama
bang Idrus.
EEEEEHHHHH>>>
si Peni (duduk samping gue) bilang, “Gia jangan sedih,” Sambil memegang pundak
gue.
Kuuaaammpprreeettt, yang tadinya diam tanpa kata dipojokkan, yaaa
dibilang oleh Peni untuk jangan sedih,
beehh GUE MALAH TAMBAH SEDIH BANGET. ~Heran gue juga, dibilang jangan sedih,
tapi malah kebalikannya~
Ditambah
lagiii, Efa datang, dan dia bilang, “Gia, jangan nagis,” Kata Efa yang
tiba-tiba muncul dibelakang gue.
Dan
Readers tahu apaaaaa?? Gue langsung NANGIS!!!!.
Jangan
Ganggu gue kalau lagi sedih aaah. Gue gak suka diperhatiin ataupun dipeduliin
saat gue lagi down. Biarkan gue tegar sendiri, bangkit sendiri, berdiri
sendiri, dan senyum dengan sendirinya. Gue gak butuh, untuk di-care-in.
Kebutulan, yaa gue emang jarang nagis, jadi jikalau gue nangis, itu hal sangat
mudah untuk gue atasi.
Yang
dilakukan Puji TEPAT!, dia sama sekali acuh dengan tangisan gue! Hahaha.
Bagus jii, tindakan lu tepat. Yudha juga
TEPAT!, dia berisyarat ke teman-teman sekitar gue, untuk, sssstt udah gak usah
dideketin gianya, biarin aja. Hahaha bagus Yudh!.
30 detik
berlalu, gue langsung cabut keluar kelas untuk menenangkan diri. Yaitu pergi ke
Perpustakaan Lapan.
Oiaaaa,
pasangannya yaa kokoh-Hendrik. *itu harusnya gak terjadi (Kokoh-Kiar) yang
bener.
Hendrik-Hafidz
(itu yang bener). Arrgghhh.
Nah
Puji-Gia (ini klop).
Jrreennggg
jreennggg, salah semua. Yang bener, Kiar-Diah, Hendrik-kokoh, Puji-Lisda, dan
Hafids-gue. (fakta berbicara). Yah itulah pasangan buku Kalkulus.
Lanjut yuk ^_^
Terima kasih telah berkunjung. Yuk tinggalkan jejakmu!