Keluar Zona Nyaman

Sabtu, November 07, 2015 2 Comments A+ a-

Bicara soal mimpi tidak melulu tentang keinginan. Bicara soal keinginan tidak melulu tentang zona yang nyaman. Bicara soal mimpi, berarti berbicara soal tantangan. Tantangan memacu adrenalin kita untuk mampu mengalahkan kelemahan yang ada pada diri kita. Tantangan hanya dapat kita temukan di luar zona nyaman kita. Pertanyaannya, apakah kamu siap menerima tantangan?

Ketika dinyatakan lulus dari SMA/SMK dan sederajat, apakah yang kamu pikirkan? Saat itu, saya hanya memikirkan bagaimana caranya agar saya mampu mengalahkan diri saya sendiri. Saya lebih memilih mencari tantangan dengan cara keluar dari zona nyaman saya. Tidak pernah terpikirkan bahwa akhirnya saya mampu mendapatkan predikat cumlaude dan wisudawan jurusan fisika terbaik tahun 2015, serta mahasiswa berprestasi MIPA tahun 2014. Alhamdulilah, segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam.

***

Selepas status “siswa”, saya siap untuk mempunyai status baru, yaitu “mahasiswa”. Untuk mendapatkan status yang baru, sungguh hati ini halai-balai untuk memilih jurusan apa yang “sesuai” dengan saya. Sejujurnya, saya bingung mendefinisikan kata “sesuai”. Sesuai yang saya maksud adalah sesuai karena saya mampu berada di sana, bukan karena keinginan belaka. Tanpa ragu, saya memilih jurusan kuliah dengan segudang tantangan di dalamnya. Pertimbangannya ada dua ketika saya memilih jurusan yang sesuai dengan saya, yaitu jurusan yang sangat saya kuasai atau jurusan yang sangat tidak saya kuasai. Jurusan yang sangat saya kuasai adalah jurusan yang menjadi passion saya sejak di bangku SMA. Sedangkan jurusan yang tidak saya kuasai adalah jurusan yang menuntut saya untuk keluar dari zona nyaman. Lalu, pertanyaannya adalah apakah saya mampu berada di jurusan dengan segudang tantangan di dalamnya?

Saya hanya ingin menjadi calon mahasiswa yang sok berani, karena saya telah berjanji, jika saya berhasil dengan keberanian saya ini, saya akan menceritakannya kepada siapapun yang terhalang dengan ketakutannya tersebut. Dengan mengucap bismillah, saya memilih untuk keluar dari zona nyaman saya, yaitu memilih jurusan fisika di Universitas Negeri Jakarta.

***

Ketika di bangku SMA, saya berada di kelas peminatan IPA. Selama tiga tahun, saya sering sekali mempelajari mata pelajaran eksak, seperti matematika, fisika, biologi, dan kimia. Nilai-nilai untuk keempat mata pelajaran tersebut cukup dibilang memuaskan, kecuali fisika. Entah apa yang terjadi, fisika selalu membuat saya remedial, pusing, dan frustasi, karena sukarnya materi-materi dalam mata pelajaran fisika. Matematika adalah mata pelajaran kesukaan saya, karena saya sangat suka berhitung. Biologi juga merupakan mata pelajaran kesukaan saya, karena saya sangat suka sekali dengan gambar-gambar yang ada pada materi-materi biologi. Sedangkan kimia, alhamdulilah saya tidak pernah sekalipun remedial. Hanya fisikalah, mata pelajaran yang membuat saya sangat ketakutan, yaitu takut karena akan menghadapi Ujian Nasional. Saya sangat takut tidak lulus karena jatuhnya nilai Ujian Nasional mata pelajaran fisika.

Dua bulan sebelum Ujian Nasional tahun 2011 berlangsung, saya hanya memikirkan kemampuan saya untuk menghadapi soal-soal fisika. Setiap hari, hanya soal-soal fisika sajalah yang saya lahap. Hari demi hari, soal-soal fisika semakin akrab dengan saya, Alhamdulilah. Saya menjadi yakin menghadapi soal-soal Ujian Nasional mata pelajaran fisika. Dengan kehendak Allah, akhirnya saya lulus, walaupun dengan nilai Ujian Nasional mata pelajaran fisika paling kecil diantara nilai mata pelajaran lainnya yang saya dapatkan.

Fisika telah menjadi momok dalam benak saya. Namun, karena fisikalah saya semakin penasaran dengan kemampuan diri saya sendiri. Hanya satu pertanyaan tantangan untuk menjawab mengapa pada akhirnya saya memilih jurusan fisika. Pertanyaan tersebut adalah “Sejauh mana saya tidak mampu menghadapi fisika?” Hanya bermodalkan pertanyaan tersebut, akhirnya saya memutuskan untuk terus melanjutkan bergulat dengan fisika di bangku perguruan tinggi.

Jurusan fisika adalah pilihan jurusan pertama ketika saya mendaftar ujian mandiri Universitas Negeri Jakarta. SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri) tahun 2011 tidak saya ikuti, karena saya hanya ingin masuk jurusan fisika kelas bilingual melalui ujian mandiri UNJ.

“Saya kok sok berani banget yah, ingin masuk jurusan fisika dan kelas bilingual pula,” ucap saya dalam hati. 

Ini dia tantangannya! Setelah melewati ujian tertulis dan juga seleksi wawancara bahasa Inggris, akhirnya dengan izin Allah, saya berhasil mendapatkan status mahasiswa jurusan fisika, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Jakarta angkatan 2011. Pintu keluar zona nyaman sudah tertutup rapat-rapat. Di depan mata saya, hanya ada pintu-pintu dengan segudang tantangan di dalamnya. Misi saya hanya satu, yaitu menjawab pertanyaan,“Sejauh mana saya tidak mampu menghadapi fisika?” Hari demi hari terlewati, dan tak terasa semester pertama sudah berakhir. Pertanyaan misi saya berhasil terjawab, yaitu “Alhamdulilah saya mendapatkan IP tertinggi seangkatan loh!” 

Belum puas dengan jawaban tersebut, saya mencoba di semester-semester berikutnya. Saya tantang diri saya untuk ikut organisasi di kampus, dengan misi menjadi seorang mahasiswi organisator tetapi tetap berprestasi. Alhamdulilah, dengan izin Allah, saya mendapatkan gelar Mahasiswa Berprestasi Fakultas MIPA di tahun 2014. Selama berstatus mahasiswa, saya membagi tahun-tahun kuliah menjadi empat kefokusan, yaitu tahun pertama adalah tahun adaptasi, tahun kedua adalah tahun organisasi, tahun ketiga adalah tahun prestasi, dan tahun keempat adalah tahun skripsi. MasyaAllah, Allah memudahkan jalan saya untuk berjuang di luar zona nyaman saya ini. Akhirnya saya mendapatkan jawaban yang tepat dengan pertanyaan misi saya di awal kuliah, yaitu fokus, karena sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Seperti dalam potongan surat Al-Insyirah 94: 6-8 dalam Al-Qur’an, yang artinya “… Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai dari suatu urusan, tetaplah bekerja keras untuk urusan yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap.”

Ditahun keempat, predikat cumlaude dan gelar wisudawan terbaik Jurusan Fisika 2015 telah saya raih. Alhamdulilah, saya berhasil membuktikan ketakutan saya dengan menjawab segudang tantangan di luar zona nyaman saya. Jika saya bisa, mengapa kamu tidak?

*Tulisan ini sudah dibukukan dalam Buku Antologi yang berjudul "5 Hidayah Merajut Perguruan Tinggi".


2 Cuap Cuap

Write Cuap Cuap
silmi
AUTHOR
Kamis, November 19, 2015 delete

Keren bu guru...:) :):) ;)

Bu guru bisa mengganti ketakutan jadi prestasi.

Tak semua orang bisa seperti itu,
kadang untuk bertahan di zona tidak nyaman saja terasa sulit, tapi bugu bisa buktikan.

Semangat terus giaaa~

Jangan sampai nanti ada kata2 "percuma jd lulusan terbaik tapi tak bisa bermanfaat" karena hidup ini msh panjang.

*seperti seseorang yg ada di sekitar gw gi,
you ever listen my story about that.

Reply
avatar
Minggu, November 22, 2015 delete

I love your spirit! keep up the great work yaaaa...barakallah..

Reply
avatar

Terima kasih telah berkunjung. Yuk tinggalkan jejakmu!