'Iqab untuk Tiga Bidadari Shalihah

Sabtu, Mei 28, 2016 0 Comments A+ a-



Kenapa bidadari shalihah? Karena panggilan itulah yang digunakan oleh Ustadzah Naila ketika memberi 'iqab kepada tiga santri putri.

“Suruhlah anak-anakmu untuk mengerjakan shalat ketika mereka (anak-anakmu) berusia tujuh tahun, dan pukullah bila mereka membangkang (meninggalkan shalat), jika mereka telah berusia sepuluh tahun serta pisahkan tempat tidurnya.”(H.R. Abu Dawud)

Mengapa Harus Ada 'Iqab?

Ternyata Al-Qur’an memakai kata ‘iqab sebanyak 20 kali dalam 11 surat. Bila memperhatikan masing-masing ayat tersebut terlihat bahwa kata ‘iqab mayoritasnya didahului oleh kata syadiid (yang paling, amat, dan sangat), dan kesemuanya menunjukkan arti keburukan dan azab yang menyedihkan, seperti firman Allah dalam surat Ali Imran: 11 dan al-Anfal: 13. 

"(Keadaan mereka) seperti keadaan pengikut Firaun dan orang-orang yang sebelum mereka. Mereka mendustakan ayat-ayat Kami, maka Allah menyiksa mereka disebabkan dosa-dosanya. Dan Allah sangat berat hukuman-Nya." (Qs. Ali Imran 3: 11)
"(Ketentuan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya; dan barang siapa menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat keras siksaan-Nya." (Qs. Al-Anfal 8: 13)

Dari kedua ayat di atas dapat dipahami bahwa kata ‘iqab ditujukan kepada balasan dosa sebagai akibat dari perbuatan jahat manusia. Dalam hubungannya dengan pendidikan Islam, ‘iqab dapat diartikan sebagai alat pendidikan preventif dan refresif yang paling tidak menyenangkan dan juga balasan dari perbuatan tidak baik yang dilakukan anak.

Secara psikologis, manusia diciptakan secara unik, berbeda satu sama lain, setiap individu pasti memiliki karakteristik yang berbeda dengan individu lainnya. Misalnya, ada anak yang bersikap taat pada norma, tetapi ada yang begitu mudah dan enak saja melanggar norma; ada anak yang perilakunya bermoral tinggi, tetapi ada yang perilakunya tak bermoral dan tak senonoh; dan ada anak yang penuh sopan santun, tetapi ada yang perilaku maupun tutur bahasanya seenaknya sendiri saja. Dalam hal ini Muhammad Quthb mengemukakan: “Bila teladan tidak mampu, dan begitu juga nasihat, maka waktu itu harus diadakan tindakan tegas yang dapat meletakkan persoalan di tempat yang benar. Tindakan tegas itu adalah hukuman.”

Hukuman dalam pendidikan Islam adalah salah satu cara atau tindakan yang dilakukan oleh pendidik kepada peserta didiknya yang menimbulkan dampak yang tidak baik (penderitaan atau perasaan tidak enak). Hukaman dapat diberikan kepada peserta didik berupa denda atau sanksi yang ditimbulkan oleh tindakan yang tidak sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Tujuannya, agar peserta didik menyadari kesalahan yang telah diperbuatnya dan tidak mengulanginya lagi serta menjadikan peserta didiknya itu baik sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.

Apa yang Terjadi dengan Tiga Bidadari Shalihah?

Ya, ada beberapa aturan yang telah dilanggar oleh ketiga bidadari shalihah (kelas 7 Tsanawiyah). Kejadiannya sore hari menjelang waktu shalat maghrib. Adzan maghrib berkumandang pukul 17.49 WIB. Maka, seluruh santri, baik yang melaksanakan shalat ataupun haid, harus sudah bersiap--sudah makan sore dan sudah mandi--untuk kumpul di masjid pada pukul 17.30 WIB. Tapi, hal tersebut tidak dilakukan oleh ketiga bidadari shalihah. Ketiga bidadari ini ternyata terlarut bermain di kolam belakang math'am (artinya, tempat makan para santri).

Usai melaksanakan shalat maghrib, seluruh santri berkumpul membentuk lingkaran-lingkaran untuk muraja'ah sendiri-sendiri. Ustadzah Naila sudah menyadari sebelumnya, bahwa ada tiga bidadari shalihah tidak melaksanakan shalat maghrib berjamaah.

Aku habiskan 15 menit bersama Ustadzah Naila untuk tahsin, sambil beliau memperhatikan dan sesekali menegur santri yang mengobrol saat muraja'ah. Sejujurnya, ia adalah sosok yang penyabar walaupun cukup sering menegur santri-santri yang tidak serius muraja'ah ataupun menyetorkan hapalan mereka.

Tapi kali ini berbeda.

Tidak lama kemudian, dua bidadari shalihah datang menghampiri Ustadzah Naila. Bidadari shalihah satunya lagi datang menghampiri ustadzah yang lain untuk langsung menyetorkan hapalannya.

Ustadzah Naila meninggalkanku, lalu mengajak dua bidadari shalihah untuk duduk berdiskusi di pojok masjid. Aku memperhatikan pembicaraan mereka bertiga dari jarak yang tidak terlalu jauh. Dengan ekspresi serius dan nada pelan namun tegas, Ustadzah Naila mengonfirmasi apa saja yang mereka lakukan, menanyakan mengapa hal tersebut terjadi dan menetapkan 'iqab yang pantas untuk mereka.

Setelah mereka berdiskusi, aku melihat kedua bidadari shalihah mengambil Al-Qur'an mereka di rak, lalu berdiri sambil membaca Al-Qur'an di dekat mimbar.

Pukul 19.01 WIB, satu menit sebelum adzan Isya berkumandang, Ustadzah Naila meminta seluruh santri putri segera berkumpul untuk melaksanakan shalat isya berjamaah. Satu persatu dari mereka beranjak dari lingkaran-lingkaran dan menaruh Al-Qur'an masing-masing di rak. Ada juga yang memilih untuk mengambil wudhu terlebih dahulu.

Adzan Isya berkumandang. Dan kedua bidadari shalihah masih berdiri di posisinya, kini berdiri di hadapan teman-temannya yang sudah bersiap untuk melaksanakan shalat Isya. Santri-santri yang lain banyak yang melempar senyum dan ada juga yang tertawa kecil kepada kedua temannya itu. Tak sedikit yang bertanya di dalam hatinya, apa yang terjadi dengan kedua temannya itu ya.

"Assalammu'alaikum. Ada informasi sedikit sebelum kita melaksanakan shalat Isya. Ustadzah mau minta doanya kepada kalian semua untuk kedua bidadari cantik dan shalihah ini," kata Ustadzah Naila sambil berdiri di samping kedua bidadari shalihah.

Ok, aku mulai paham. Ternyata kedua bidadari shalihah yang sedari tadi berdiri sambil membaca Al-Qur'annya sedang diberi 'iqab oleh Ustadzah Naila. Hal yang menarik, Ustadzah Naila memberikan informasi tersebut dengan tulus meminta doa kepada santri-santri lainnya.

"Mari kita doakan bersama agar kedua bidadari shalihah ini bisa menjadi lebih baik lagi, tidak pernah melanggar peraturan lagi, serta mau mendengar dan menaati apa yang ustadzah-ustadzah perintahkan. Semoga mereka bisa menjadi contoh yang baik untuk kalian semua," lanjut Ustadzah Naila.

Dengan serentak seluruh santri mengucapkan, "Aamiin..."

"Ustadzah heran lho sama bidadari shalihah ini. Padahal kalian kan seharusnya sudah kumpul di masjid pukul 17.30 WIB, benar kan? Tapi mereka masih asyik dan enjoy saja bermain-main di kolam belakang math'am. Seperti tidak ada tanggung jawab bahwa harus ke masjid untuk persiapan shalat maghrib, lalu persiapan muraja'ah, dan sebagainya. Yang satu asyik main sampai kecebur kolam. Yang duanya lagi nolongin yang kecebur. Abis itu enjoy aja mandi, seperti gak ada beban kalau harus melaksanakan shalat maghrib. Astagfirullah..." ungkap Ustadzah Naila dengan suranya yang sama sekali tidak menunjukkan kemarahan.

Santri-santri lainnya yang mendengar cerita Ustadzah Naila malah tertawa kecil, mungkin lucu karena ulah ketiga temannya yang bermain di kolam sampai ada yang tercebur.

"Ustadzah mah tidak akan memberikan 'iqab menyapu masjid, mengepel masjid, atau sikat-sikat kamar mandi. Gak akan ustadzah memberikan 'iqab seperti itu! Ustadzah hanya mau kedua bidadari shalihah ini menghapal lima lembar dan harus disetor besok subuh." perintahnya.

Tidak lama kemudian, bidadari shalihah satunya lagi selesai menyetorkan hapalannya. Ia pun datang dengan ekspresi kebingungan. Tiba-tiba Ustadzah Naila menyuruhnya maju kedepan juga.

"Oke, ustadzah ulangi ya, mereka harus menyetorkan hapalan baru sebanyak lima....?" tanya Ustadzah Naila.

"Lembar!" jawab santri-santri serempak.

"Sebanyak lima...?" tanyanya lagi.

"Lembar!"

Ketiga bidadari shalihah seperti tidak menyangka harus diberi 'iqab menghapal lima lembar dan harus disetorkan besok subuh.

"Mari kita doakan agar bidadari-bidadari cantik dan shalihah ini mampu menyetorkan hapalan baru sebanyak lima lembar besok shubuh. Kalau gak sanggup, ditambah jadi 10 lembar yang harus disetorkan besok ashar! Ustadzah gak mau tahu, pokoknya kalian harus pandai memanajemeni waktu untuk menghapal lima lembar tapi juga belajar untuk ujian KBM besok pagi. Yang lain tolong perhatikan ketiga bidadari shalihah ini ya, kalau sampai mereka tidak menghapal dan belajar malam ini, tapi mereka malah bercanda dan main-main, lapor ke ustadzah ya!" tegas Ustadzah Nailah.

Sayup-sayup terdegar dari para santri lainnya, "Waduh bisa palang (pusing banget) tuh sampe menghapal hapalan baru lima lembar. Setengah halaman aja udah modar dan tersendat-sendat!"

Pemberian 'iqab diakhiri dengan pernyataan bersalah sekaligus permohonan maaf dari ketiga bidadari shalihah.

"Ayo kalian satu persatu minta doa ke teman-teman kalau kalian bisa berubah lebih baik lagi dan tidak akan lagi melanggar peraturan!" perintah Ustadzah Naila.

Satu per satu dari mereka maju selangkah, dan berkata, "Teman-teman doakan saya ya... Saya ingin berubah dan tidak lagi melanggar peraturan. Doakan saya agar saya mampu menjadi santri yang lebih baik lagi. Saya berjanji akan selalu menaati peraturan, tidak main-main lagi, dan mau mendengarkan perintah ustadzah."

"Oke, kalian semua mendengar janji ketiga bidadari shalihah ini? Mari kita pegang janji mereka, tepat pukul 19.15 WIB hari Sabtu, tanggal 28 Mei 2016, bahwa mereka berjanji akan selalu menaati peraturan, tidak main-main lagi, dan mau mendengarkan perintah ustadzah-ustadzah. Hari ini ustadzah maafkan  kesalahan kalian. Ustadzah berharap kalian bisa menjadi santri yang pintar, disiplin, dan shalihah. Aamiin..." ungkap Ustadzah Naila.

Setelah ketiganya mengucapkan janji, seluruh santri melaksanakan shalat Isya berjamaah.


'Iqab dalam Pendidikan Islam

Jadi, konsep hukuman ('iqab) yang seharusnya diberikan adalah tidak berbentuk sebuah kekerasan. Karena kekerasan yang berlebihan dalam pendidikan dapat menjadikan anak bersikap penakut, lemah, malas, tidak semangat, menyeretnya untuk berdusta dan lari dari tugas.

Selanjutnya, pelaksanaan hukuman sebagai salah satu metode pendidikan boleh dilakukan sebagai jalan terakhir dan harus dilakukan secara terbatas dan tidak menyakiti peserta didik. Oleh karena itu, agar pemberian 'iqab tidak terjalankan dengan leluasa, maka setiap pendidik hendaknya memperhatikan syarat-syarat dalam pemberian hukuman, yaitu:

  • Pemberian hukuman harus tetap dalam jalinan cinta, dan kasih sayang. 
  • Harus didasarkan pada alasan keharusan. 
  • Harus menimbulkan kesan di hati anak. 
  • Harus menimbulkan keinsyafan dan penyesalan kepada anak didik. 
  • Harus diikuti dengan pemberian maaf dan harapan serta kepercayaan. 

Terdapat beberapa cara yang telah digunakan Rasulullah dalam menjalankan hukuman pada anak, diantaranya:
  • Melalui teguran langsung. 
Umar bin Abi Salmah r.a. berkata, “Dulu aku menjadi pembantu di rumah Rasulullah. ketika makan, biasanya aku mengulurkan tanganku ke berbagai penjuru. Melihat itu beliau berkata, 'Hai ghulam, bacalah basmallah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah apa yang ada di dekatmu.”
  • Melalui Pukulan. 
Ajaran Islam membolehkan pada pendidik atau orang tua untuk memberikan pukulan sebagai salah satu bentuk hukuman dalam praktik pendidikan. Namun demikian, terdapat beberapa aturan yang mampu melindungi anak dari efek negitif yang mungkin ditimbulkan. Di antara persyaratan yang membolehkan penggunaan pukulan diantaranya adalah sebagai berikut:
  • Jangan terlalu cepat memukul anak, jika kesalahan itu baru pertama kali dilakukan, anak harus diberi kesempatan untuk bertaubat dari perbuatannya. 
  • Seorang pendidik tidak boleh memukul kecuali jika seluruh sarana peringatan dan ancaman tidak mempan lagi dan tidak boleh memukul dalam keadaan sangat marah karena dikhawatirkan membahayakan diri anak. 
  • Pukulan tidak boleh dilakukan pada tempat-tempat yang berbahaya, seperti kepala, dada, perut, atau muka. 
  • Hukuman harus dilakukan oleh sang pendidik sendiri, tidak boleh diwakilkan kepada orang lain, agar terhindar dari kedengkian dan perselisihan. Seorang pendidik harus dapat menepati waktu yang sudah ditetapkan untuk mulai memukul, yaitu langsung ketika anak melakukan kesalahan. Tidak dibenarkan, apabila seorang pendidik memukul orang bersalah setelah berselang dua hari dari perbuatan salahnya. Keterlambatan pemukulan sampai hari kedua ini hampir tidak ada gunanya sama sekali.
  • Jika sang pendidik melihat bahwa dengan cara memukul masih belum membuahkan hasil yang diinginkan, dia lidak boleh meneruskannya dan harus mencari solusi yang lain.
Yang membuatku menarik adalah cara Ustadzah Naila memberi 'iqab kepada tiga bidadari shalihah di depan teman-temannya.
  • 'Iqab untuk bidadari shalihah diberikan di depan para santri. Agar santri-santri bisa mengetahui apa yang terjadi jika melanggar peraturan. 
  • Ustadzah Naila mengungkapkan peraturan yang harus dilaksanakan dengan baik oleh seluruh santri, yaitu datang ke masjid pada pukul 17.30 WIB. 
  • 'Iqab yang diberikan adalah menyetor hapalan baru sebanyak lima lembar. 'Iqab tersebut sangat memberikan kesan untuk pelanggar dan juga santri lainnya yang ikut mendengarkan.
  • Ustadzah Naila memberikan 'iqab dengan jalinan cinta dan kasih sayang, yaitu memanggil ketiga santri yang melanggar dengan sebutan "Bidadari Shalihah".
  • Saat memberikan 'iqab, Ustadzah Naila menggunakan redaksi meminta doa dari santri-santri yang lain.
  • Ustadzah Naila mengakhiri pemberian 'iqab dengan pernyataan penyesalan dan permohonan maaf dari pelanggar, serta adanya perjanjian untuk mau insyaf yang juga disaksikan oleh santri-santri lainnya. 
  • Ustadzah Naila sama sekali tidak emosi dan marah. Pembawaannya tenang, enjoy, dan seru banget. Tapi intonasi perintahnya (ketika memberikan 'iqab) sangat berwibawa dan tegas. Sehingga mampu membius para santri lainnya. 
  • Diakhir, Ustadzah Naila mengungkapkan pemberian maaf dan harapan serta kepercayaan untuk bisa menjadi santri yang lebih baik lagi kepada ketiga bidadari shalihah.
Kira-kira mampu gak ya ketiga bidadari shalihah menyetorkan hapalan baru sebanyak lima lembar?

Terima kasih telah berkunjung. Yuk tinggalkan jejakmu!