Jujur, Seharusnya Nilaiku Tak Segini

Selasa, Juli 26, 2016 0 Comments A+ a-


Aku kaget sekaligus takjub, ternyata hari gini masih ada siswa yang sangat menjunjung tinggi kejujuran. Salah satunya, santriku.

“Dari Abu Bakar Ash-Shiddiq RA ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda: “Wajib atasmu berlaku jujur, karena jujur itu bersama kebaikan, dan keduanya di surga. Dan jauhkanlah dirimu dari dusta, karena dusta itu bersama kedurhakaan, dan keduanya di neraka”. (HR. Ibnu Hibban)

UAS semester kemarin, aku mendapatkan pengakuan kejujuran dari seorang santri putri. Namanya Tri, kelas XI Aliyah Putri. Tri mengaku jujur kalau seharusnya nilai UAS mata pelajaran fisikanya tidak sebesar ini.

Ya, ini kekeliruanku menghitung jumlah point benar dan salah yang ia dapatkan. Seharusnya nilainya 72, tapi aku menghitung nilainya menjadi 74. Kelebihan dua point saja. Artinya, aku membenarkan satu soal pilihan ganda yang seharusnya tidak mendapatkan point.

Tri mendatangiku di Ruang Guru.

“Assalammu'alaykum Bu Gia,” ucap salam dari Tri.

“Wa’alaykumusalam. Ada apa Tri?” tanyaku.

“Emmm ini bu. Ibu seharusnya nilai saya tidak segini. Kayaknya ibu membenarkan satu soal pilihan ganda deh. Harusnya salah, tapi malah ibu hitung point benar,” kata Tri sambal menunjukkan hasil kertas ulangan fisikanya.

Aku memeriksa kertas ulangannya. Benar saja, aku keliru menghitung nilai ulangan fisika yang didapatkan Tri.

“Oia, salah. Maaf ya, saya keliru menghitung jumlah pointnya. Nilaimu memang seharusnya tak segini, saya melebihkan dua point,” kataku setelah memeriksa jawaban ulangan fisikanya.

“Iya, benar bu. Seharusnya nilai saya 72. Gapapa bu, saya sudah senang sekali, saya tidak remedial fisika,” kata Tri dengan senyum puas sekali.

Aku penasaran sekali. Kok ada siswa sehabat ini ya. Dia sangat menjunjung kejujuran, walaupun hanya kelebihan dua point saja. “Terima kasih sudah mau jujur, walaupun ini sebenarnya merugikanmu. Tapi kenapa Tri mau jujur?”

“Ya, karena saya tahu dua point itu bukan hak saya bu. Saya takut dosa bu. Jadi sebaiknya saya jujur saja deh.”

“Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: “Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya syaitan (suka) menimbulkan perselisihan diantara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia”. (Qs. Al-Israa’: 53)

Lagi-lagi aku belajar dari santriku. Jujur adalah yang utama! Pengakuannya mudah sekali. Ia tak perlu mempertimbangkan kerugian ataupun keuntungan apa yang akan ia dapatkan. Ia tak perlu berpikir dua kali kalau nilainya menjadi berkurang, bahkan nyaris saja ia akan remedial fisika dengan nilai ketuntasan minimal 70. Ia tak ragu untuk berkata jujur. Terima kasih Tri untuk pembelajaran darimu! Aku sangat beruntung menjadi gurumu.

Terima kasih telah berkunjung. Yuk tinggalkan jejakmu!