Gue Masuk Koraaaaaaan!
Ada gue nih masuk Koran hihihi! Lebih tepatnya Koran SINDOSenengnya masyaAllah...
Salah satu media massa nasional yang memberikan ruang tetap bagi tulisan-tulisan opini dari mahasiswa adalah harian Seputar Indonesia atau Koran SINDO. Salah satu rubriknya dinamai dengan “POROS MAHASISWA”. POROS MAHASISWA biasanya akan memuat esai opini pro-kontra pendapat dari tiap kampus negeri atau swasta se-Indonesia terhadap suatu tema per periode yang ditentukan oleh Redaksi Poros Mahasiswa.
Gue suka banget nih cara Koran SINDO membangkitkan karya anak-anak bangsa, salah satunya Mahasiswa, karena hal ini merupakan salah satu cara bagi mahasiswa untuk mengungkapkan pemikiran kritisnya yaitu melalui tulisan, dan Koran SINDO siap mewadahinya.
Nah kali ini gue mau gaya-gayaan bagi Tips untuk menulis esai opini agar bisa nongol di Poros Mahasiswa Koran SINDO.
TIPS Jitu Nulis Esai Opini untuk Poros Mahasiswa Koran SINDO
- Tulisan kita gak perlu banyak-banyak loh yaa. Cukup dua sampai tiga halaman saja (kurang lebih panjang esai 400-500 kata).
- Kalau menurut gue pakai ajaa bahasa populer yang mudah dipahami. Karena pembaca Koran itu kan luas..... maksudnya orang jenis apapun juga membaca koran *emang iya?*
- Penulis sebaiknya menggunakan perspektif yang menarik dan unik.
- Sesuai tema yang ditentukan. Redaksi Poros Mahasiswa biasanya akan memberikan info terkait tema esai opini yang akan dimuat tiap periodenya.
- Lebih cepat lebih baik! Nah kalau udah kebelet gak sabar pengen masuk koran, jadi kirim tulisan secepat-cepatnya yaaa (kalau bisa saat hari pertama periode dibuka). Pasti banyak banget mahasiswa yang akan mengirim tulisannya ke Redaksi Poros Mahasiswa. Redaksi itu butuh seleksi yang ketat dan waktunya juga gak lama. Ketika punya ide, udah langsung kirim ajaa deh. Esai opini kamu bisa dikirimkan ke e-mail poros.mahasiswa.sindo@gmail.com
- Pastikan penulis punya foto yang kece dan pastinya harus terbaru! Soalnya foto penulis jelas akan terpampang nyata *bahasanya Syahrini* dekat tulisan yang bakalan dimuat di Koran SINDO. Ini kesempatan lo buat cari jodoh! *loh*.
- Jangan lupakan identitas lengkap, scan KTM dan nomor rekening. Tuliskan nama univeristas kamu, setelah nama lengkap kamu. Atau biar bisa ngeksis jugaaa, jika kamu punya komunitas atau lembaga yang bergerak di bidang kajian ilmu atau tulis menulis, boleh tuh diseret aja namanya setelah nama universitas kamu, misalnya Penggagas Komunitas Blogger UNJ *sadaaap*
- Cantumkan nama lengkap dan asal kampus di bagian Subject E-mail ketika mau mengirimkan tulisan kamu ituuu yaa...
- Setelah isi subject, jangan lupa untuk menulis di isi e-mail. Seperti Yth. Redaksi Poros Mahasiswa. Nama saya Sitti Ghaliyah bla bla bla bla.... Pasti bisa dong yaaa...
- Attach softfile tulisan kamu (ingat disimpan dalam Ms.Word, jangan dalam bentuk PDF).
- Baca bismillah ketika klik 'Sent'.
- Pastikan HP kamu selalu siap kapanpun. Misalnya teman kamu ternyata mengabari kalau koran SINDO pagi ini ada tulisan kamu loh. Nah, kalau HP selalu siap kapanpun, gak ada lagi alasan telat dikasih kabar dan alhasil malah gak beli koran SINDO yang ada foto dan tulisan kamunya *ini gue sekalian curhat*.
- Kalau koran SINDO berhasil kamu dapatkan (yang ada foto dan tulisan kamu), langkah pertama adalah foto korannya, lalu share di media sosial kamu. Gak niat ngeksis sih, tapi niatnya buat menginspirasi mahasiswa-mahasiswa lain untuk menulis juga. Contohnya gue, jujur gue terinspirasi dari temen blogger gue, namanya Anisa Dewantari yang sekarang sudah tiga kali terbit tulisannya di Poros Mahasiswa Koran SINDO. *ciyeeee Gia*
- Gak cuma share di media sosial aja, tapi koran SINDO yang aseli sebaiknya di laminating atau diberi bingkai. Soalnya lumayan buat kenang-kenangan hahaha
- Kalau tulisan kamu sudah masuk Koran, kamu harus janji untuk terus menulis dan menghasilkan karya lebih banyak yaaa...
Saya Sitti Ghaliyah mengapresiasi semua teman-teman mahasiswa se-Indonesia yang terus berkarya dan beropini dengan bijak di media massa Nasional.
***
(Foto Koran SINDO Edisi 7 Maret 2015)
*Foto diambil dari Facebook Rahmat Mustakim (orang yang ada di samping tulisan gue)*
***
Belajar dari Petani Negeri Agraris
Sebagai bangsa yang besar dengan karunia alam yang subur dan tradisi agraris yang sudah sedemikian mengakar di masyarakat, Indonesia seharusnya bisa menjadi kawasan yang mampu mengekspor berbagai produk pertanian.
Namun yang terjadi justru sebaliknya. Beberapa tahun belakangan ini Indonesia malah menjadi salah satu negara pengimpor yang cukup besar pada beberapa produk pertanian yang seharusnya bisa dibudidayakan sendiri.
Situasi ini tentu saja cukup ironis dan harus dibalikkan. Jangankan bicara ekspor, untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional secara mandiri (swasembada) saja kita masih kesulitan. Bangsa ini menyandang predikat negara agraris, tetapi pemerintahnya punya hobi impor segala jenis pangan untuk kebutuhan dalam negeri.
Ada apa dengan negeri agraris ini? Padahal Indonesia memiliki semua persyaratan untuk menjadi sebuah negara agraris yang menjadi lumbung pangan utama dunia. Sayangnya dalam skenario besar ini, sosok petani sebagai pelaku utama proses produksi pangan hanya samar terlihat. Posisi petani hanya ditempatkan sebagai pihak yang perlu diperhatikan dan difasilitasi, tetapi tidak berpeluang untuk ikut mewarnai arah kebijakan pertanian.
Fakta pendidikan formal petani yang kebanyakan tidak tamat SD, bahkan banyak yang buta huruf, sering dijadikanjustifikasibahwapetanitidakperludilibatkanuntuk membuat kebijakan-kebijakan di sektor pertanian. Sesungguhnya, jenjang pendidikan formal bukanlah alat ukur yang pas untuk menilai pengetahuan dan keterampilan dalam proses produksi pangan. Petaniyangtelahberpengalaman dalam budi daya tidak mungkin kalah kinerjanya dibandingkan dengan individu dengan pendidikan formal yang lebih tinggi tetapi belum pernah menginjakkan kakinya dilumpur sawah.
Kearifan lokal akan lebih jitu dibandingkan dengan pengetahuan universal yang cenderung menjadi warna utama pendidikan formal. Petani sebagai aktor kunci keberhasilan ketahanan pangan ternyata masih menjadi anak tiri di negeri agraris ini. Keberpihakan pemerintah kepada petani hanya ”setengah hati”.
Petani tidak pernah mendapat dukungan, bantuan, dan perlindungan yang berarti. Pemerintah sudah merasa yakin dengan menjalankan kebijakan-kebijakannya tanpa mau belajar dari petani agraris kita ini. Sudah waktunya bagi para pihak terkait menyiapkan diri untuk belajar dari petani agraris kita.
Pertanyaan saat ini, apakah pemerintah mau mendengarkan dan belajar dari petani? Jika benar telah belajar dari petani dan kebijakan yang digariskan telah propetani, indikator keberhasilannya adalah kebijakan yang dihasilkan sangat berkesesuaian untuk menjadi solusi atas masalah aktual yang dihadapi petani.
Sitti Ghaliyah
Univeristas Negeri Jakarta
14 Cuap Cuap
Write Cuap Cuaphoreeee gia masuk koran cihuy :O ::D
ReplyKeren, Kak!
ReplyCieee
cieeeeee masuk koran cieeeee
Replyaaaaa Dewan

ReplyYang komen yang lebih kereeen
ReplyCiyeeee...
ReplyHazekkk seleb seleebbb
ReplyLama-lama aku bisa kalah populer ini sepertinya :/
Auuul pliiisss yaaa.. hahaha
Replyhebat, tunggu nama saya ada di Koran Sindo, semangat lagi Gia,
, berbagi blog ya jhonmiduk8.blogspot.com hehehe
ReplyAseeek Jhon mau nulis di koran jugaa nih yeeee
Replywah jadi mesam-mesem gini liatnya
ReplyBang apasih bang hahaha
Replymba caranya bisa tau tema untuk periode mendatang gimana ya mbak ^^
Replywah dua orang yang ada di koran saling komen komenan. mau juga dong di kasih auranya... masih tahap mencoba euy..:D
ReplyTerima kasih telah berkunjung. Yuk tinggalkan jejakmu!