Cerita Tentang Kartini

Rabu, April 27, 2016 1 Comments A+ a-




"Alangkah besar bedanya bagi masyarakat Indonesia bila kaum perempuan dididik baik-baik. Dan untuk keperluan perempuan itu sendiri, berharaplah kami dengan harapan yang sangat supaya disediakan pelajaran dan pendidikan, karena inilah yang akan membawa bahagia baginya". (Penggalan surat Kartini yang dikirimkan kepada Ny. Van Kool itu dikirimkan pada Agustus 1901)

Saat itu hari Minggu. Hari yang biasanya aku dengan sengaja bangun agak siang, karena balas dendam di hari-hari sebelumnya selalu tidur larut malam. Ya, itu saat masa kuliah dulu. Kini hari mingguku, berbeda dengan hari minggu seperti biasanya. Di sini, kami libur sekolah di hari Jumat. Jadi, gak ada yang namanya malam minggu, tapi adanya malam jumat, hehehe. Hari Minggu? Adalah hari kedua dalam seminggu untuk menuntut ilmu di kelas.

Seperti biasa, hari minggu adalah santapan belajar fisika. Di saat siswa lain sedang asyik seharian bersantai di rumah, santri di sini harus menyantap fisika.

Sebelum mulai belajar, aku pancing santri-santri kelas VIII putri, dengan sebuah pertanyaan. “Sekarang tanggal berapa ya?”

Hanya dengan pertanyaan seperti itu, mereka langsung protes. “Tanggal 24 April, Bu. Bu, kok kita gak memperingati Hari Kartini 21 April lalu?”

"Ya, itu maksudku! Terima kasih, Nak sudah bertanya hehehe," gumamku dalam hati.

“Ya, kamu boleh inisiatif memperingati Hari Kartini!” sahutku dengan santai.

“Tapi, apakah kamu tahu bagaimana seharusnya memperingati Hari Kartini?” tanyaku.

Mereka geleng-geleng. Aku yakin, mereka langsung menyelami memori ketika SD dulu. Ada yang berpakaian baju adat dan tak lupa berhias menor, lalu pawai mengelilingi lingkungan sekolah. Dulu, akupun juga begitu.

“Adakah di sini yang pernah merayakan Hari Kartini dengan memakai baju adat?” tanyaku lagi kepada seisi kelas.

Satu persatu tangan-tangan mungil yang dibaluti gamis gombrong mengangkat tangannya. Ada yang pernah, ada juga yang tidak mau ikut memperingatinya saat di sekolah dasar dulu.

“Ketahuilah, Nak. Kartini hebat itu karena menulis. Tulisannya dikumpulkan menjadi sebuah buku, bukan karena kebaya. Peringati Hari Kartini dengan menulis, bukan dengan pakai kebaya,” ungkapku mengutip pernyataan Pak Dedi Dwitagama. Aku temui kutipan tulisannya di Instagram beliau (@dwitagama).

Emm… oke. Aku tangkap ekspresi mereka yang sedang berpikir. Bisa jadi dalam hatinya, benar juga ya pernyataan tersebut.

Tidak berselang lama, salah satu santri bertanya, “Kok hanya dengan menulis, Kartini bisa menjadi Pahlawan Nasional, Bu?”

Aha! Good Question, Nak!

“Karena surat-surat yang dituliskan Kartini telah membuka pikiran orang-orang,” jawabku singkat.

"Surat-surat yang ditulis oleh Kartini, pada akhirnya mampu mengubah pandangan masyarakat Belanda terhadap perempuan pribumi di Jawa. Pemikiran-pemikiran Kartini yang tertuang dalam surat-suratnya itu sekaligus menjadi inspirasi bagi tokoh-tokoh kebangkitan nasional Indonesia untuk mengubah keadaan menjadi lebih baik. Ide dan gagasan pembaruannya tersebut yang ia tulis adalah untuk kepentingan bangsanya. Cara pikir Kartini itu sudah dalam skop nasional, lho!" jelasku.

“Bu, saya tidak tahu cerita tentang Kartini. Tolong ceritakan, bu!" pinta beberapa santriku.

"Yang lain? Ada yang tahu, apakah yang Kartini perjuangkan?"

Beberapa menjawab, Kartini telah memperjuangkan emansipasi kaum perempuan.

"Kartini itu saaaaaaangat suka sekali dengan menulis! Ia menulis kepada Nona Zeehandelaar, Ny. Abendanon, Ny. Ovink Soer, Ny. Van Kool untuk berkisah tentang angan-angan, ma'rifat, kecintaan pada rakyat, ningrat dan kebangsawanan, pergolakan batin, emansipasi, hingga tembok pingitan."

"Nah, Kartini lahir tanggal 21 April 1879. Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School). Di sana, Kartini belajar bahasa Belanda. Tetapi, setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit. Kartini bisa berbahasa Belanda, maka di rumah ia mulai belajar sendiri, membaca buku-buku berbahasa Belanda, dan menulis surat kepada teman-temannya yang berasal dari Belanda. Kartini mengenal teman-teman di Belanda melalui koran terkait berita pergerakan wanita di Eropa. Ia kemudian menulis dan memasang sebuah iklan di majalah Belanda De Hollandsche Leile, hal tersebut ia lakukan karena Kartini ingin berkenalan dengan ‘teman wanita pena'," jelasku.

"Bu, Kartini dipingit? Lalu suaminya Kartini siapa, bu?" tanya salah satu santri.

Wah untung saja, aku pernah membaca cerita-cerita tentang Kartini. Gak nyangka, pertanyaan sespesifik itu juga ditanyakan oleh santriku.

"Nah, Kartini disuruh menikah oleh orang tuanya dengan bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, yang sudah pernah memiliki tiga istri. Kartini menikah pada tanggal 12 November 1903, saat usianya 24 tahun. Alhamdulilah, suaminya mengerti keinginan Kartini, lalu ia diberi kebebasan dan didukung mendirikan sekolah perempuan di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah bangunan yang kini digunakan sebagai Gedung Pramuka."

Dari penjelasanku itu, santri lainnya tertarik menanyakan hal lain. "Bu, terus Kartini sudah punya Anak?"

"Ya punya. Kartini punya anak pertama dan sekaligus terakhir, namanya RM Soesalit, lahir pada tanggal 13 September 1904. Lima hari kemudian, Kartini meninggal. Ia meninggal pada usia 25 tahun."

Santri yang duduk dipojok mengacungkan tangannya, dan bertanya, "Karena apa bu, Kartini bisa meninggal?"

"Saya kurang tahu pastinya seperti apa. Namun, saat Kartini mengandung anaknya, ia tampak sehat-sehat saja. Ketika Kartini mau melahirkan, yang menolongnya adalah dokter terkenal Belanda, kalau gak salah namanya Dr. Van Revesteyn. Bahkan empat hari setelah melahirkan anaknya itu, ia juga masih tampak sehat. Di hari keempat pasca melahirkan, Dr. Van Revesteyn mengunjungi Kartini yang berada di Rembang untuk menengok keadaan Kartini. Ketika Dr. Van hendak pulang, Kartini bersama Dr. Van meminum anggur sebagai tanda perpisahan. Tak lama meminum anggur, perut Kartini merasa sakit sekali, hingga ia hilang kesadaran. Tak lama, di hari itu juga, Kartini meninggal. Namun, tidak ada hasil otopsi mengenai kematian Kartini, karena Kartini langsung dikuburkan keesokkan harinya."

Agak gak nyangka, mereka tertarik menanyakan sejarah spesifiknya Kartini, mulai dari suaminya, siapa anaknya, sampai kenapa Kartini bisa meninggal.

Pendidikan Bagi Kaum Perempuan


Kartini School, tahun 1918

Aku pun melanjutkan ceritaku tentang Kartini. Cerita kali ini, santri-santriku harus memahami maksud perjuangan Kartini.

"Nak, Kartini tidak pernah mengajarkan emansipasi kaum perempuan, yang identik bahwa perempuan harus keluar berkarir dan menjadi pesaing para pria di berbagai lapangan kehidupan, untuk kemudian membiarkan anak dan rumah tangganya terbengkalai. Bukan itu maksud perjuangan Kartini!" ungkapku.

"Ternyata Kartini itu hanya memperjuangkan pendidikan bagi kaum perempuan. Buktinya ia telah berbuat nyata membuka sekolah perempuan di Rembang dan Jepara. Sekolah perempuan adalah langkah kecil yang bisa dilakukannya untuk membuat perubahan! Ia hanya menginginkan perempuan bisa mengembangkan dirinya sendiri dengan keterampilan dan pengetahuan, serta tetap pada kodratnya sebagai pendidik utama anak-anaknya."

"Sejak saat itu, Kartini pun berkeinginan dan bertekad untuk memajukan kaum perempuan bangsanya, Indonesia. Dan langkah untuk memajukan itu, menurutnya bisa dicapai melalui pendidikan. Untuk merealisasikan cita-citanya itu, Kartini mengawalinya dengan mendirikan sekolah untuk gadis. Di sekolah tersebut diajarkan pelajaran menjahit, menyulam, memasak, dan sebagainya. Semuanya itu diberikannya tanpa memungut bayaran alias cuma-cuma."

“Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama. (Penggalan Surat Kartini yang dikirimkan kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1902)

***

“Lalu, saat ini memang buat apa kita harus sekolah?” tanyaku mengagetkan lamunan mereka usai mendengar cerita tentang Kartini.

“Buat mencari ilmu, dong bu.” sahut salah satu santri dengan sigap.

"Kalau menurut kamu?" tanyaku pada salah satu santri yang sedari tadi belum berbicara.

“Biar tidak gaptek teknologi," jawabnya.

“Supaya gak mudah tertipu oleh orang lain.” sahut teman sebangkunya.


Ya, itulah hakikatnya seorang wanita. Ia berjihad mempertaruhkan nyawanya demi melahirkan mujahid mujahida untuk masa depan. Di masa depan, dunia membutuhkan sosok pemimpin yang mampu menjawab tantangan zaman. Solusinya adalah menjadi wanita yang cerdas untuk anak-anaknya. Karena seorang ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya!


"Kartini adalah sosok pelopor emansipasi bagi kaum perempuan. Beliau telah mampu mengangkat derajat perempuan sehingga kita mampu merasakan bangku pendidikan. Sosok Kartini yang mampu menjadi motor gerakan dalam pembebasan perempuan dalam hal ini adalah pendidikan. Nak, maka jadilah kamu perempuan yang bermartabat, dengan tanpa lelah haus akan ilmu. Karena kita begitu berharga. Karena kita ada, untuk generasi pemimpin bangsa," jelasku.

"Pergilah, laksanakan cita-citamu. Bekerjalah untuk hari depan. Bekerjalah untuk kebahagiaan beribu-ribu orang yang tertindas. Di bawah hukum yang tidak adil dan paham-paham palsu tentang mana yang baik dan mana yang jahat. Pergi! Pergilah! Berjuang dan menderitalah, tetapi bekerja untuk kepentingan yang abadi" (Kartini, 4 September 1901).

Mereka menangguk-anggukkan kepalanya.

Alhamdulilah, semoga memahami ya, Nak. Kita harus bersyukur hari ini, kita telah mengenyam pendidikan di bangku sekolah.

Ternyata menjadi guru itu harus multitalent juga ya. Harus tahu sejarah dan men-deliver makna sejarah tersebut ke murid-murid.

1 Cuap Cuap:

Write Cuap Cuap
Unknown
AUTHOR
Kamis, April 28, 2016 delete

Kak Gia :) Sangat menginspirasi.

Reply
avatar

Terima kasih telah berkunjung. Yuk tinggalkan jejakmu!