S2, Perlukah?
Sumber Gambar |
Setelah mempertimbangkan banyak hal, aku memutuskan untuk menulis konten Wara-wiri Pranikah. Selain buat menebar kode-kode, konten ini cukup penting untuk perkembangan kematangan pikiranku mengenai serba serbi menikah. Selamat menikmati!
***
Kita awali dengan sebuah Hadist Riwayat Al Baihaqi, No. 1665, Sa'ad dan Huzaifah r.a. mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Orang yang mempunyai keutamaan ilmu lebih aku sukai dibandingkan keutamaan ahli ibadah dan sebaik-baiknya agama kalian adalah sikap wara'."
Ternyata, aku pernah menuliskan beberapa kalimat di lembar awal maha karyaku a.k.a Skripsi tentang ibu yang cerdas. Begini isinya:
“Jadilah seorang wanita yang cerdas. Karena wanita akan menjadi seorang ibu. Seorang ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya kelak.” (Sitti Ghaliyah)
Entah, apa saat itu di pikiranku. Kenapa harus tiga kalimat itu yang menjadi pembuka di skripsiku ya?
Selepas wisuda, beberapa teman memutuskan berbagai jalan untuk tahap selanjutnya, ada yang memilih untuk berburu beasiswa S2 sambil latihan TOEFL, ada yang langsung kuliah S2 pakai modal sendiri, ada yang bekerja, bahkan ada yang langsung menikah. Aku? Aku memilih untuk mengaplikasikan ilmu-ilmu kuliah S1 yang telah aku dapatkan. Seru deh rasanya! Puas, karena buah dari kuliah empat tahun bisa dinikmati.
Awal semester galau mau jadi guru, pertengahan semester ya sudah pasrah saja, di akhir semester berniat untuk banting stir menjadi seorang news researcher di salah satu media cetak nasional. Qadarullah, pasca wisuda ditawari pekerjaan menjadi guru. Setelah sudah menjadi guru, suer nikmat banget! Puas rasanya! Aku jatuh cinta di dunia pendidikan.
Saat interview FIM 18 via skype beberapa hari yang lalu, interviewer menanyakan kepadaku perihal kuliah S2. Kurang lebih redaksi pertanyaannya seperti ini:
Gia, kamu kan ingin menjadi seorang dosen. Berarti kamu akan kuliah S2 dong ya. Apakah FIM membutuhkan orang-orang bergelar master? Banyak orang hebat, banyak orang yang kuliah S2 sampai S3, tapi belum tentu ia mau berkontribusi untuk bangsa dan negara ini.
Dengan spontan aku jawab, “Ia saya tentu ingin S2, tapi tergantung keridaan suami saya. Kalau suami saya mengizinkan saya untuk S2, wah dengan senang hati saya mau sekali! Namun benar adanya, FIM tidak membutuhkan orang-orang bergelar master atau lebih dari itu. FIM membutuhkan orang-orang yang mau berkolaborasi untuk berkontribusi membuahkan solusi. Tapi, jika saya sudah memutuskan untuk berkontribusi di bidang pendidikan, maka saya membutuhkan diri saya untuk di-upgrade. Saya ingin S2 karena saya adalah seorang ibu di masa mendatang. Untuk menjadi ibu yang cerdas, maka ia harus terus di-upgrade.”
Dor! Itu dia jawaban aku terkait kuliah S2. Agak malu sih, bawa-bawa tentang “keridaan suami” hahaha. Tapi ya begitulah adanya.
Setelah interviewer FIM mendengar jawabanku itu, mereka merespon, “Wah berarti cari yang mau ngizinin S2 nih!”
Beberapa hari setelah interview FIM, aku ke Jakarta dan bersilahturahmi dengan dosen-dosen Fisika. Ini silahturahmi keduaku pasca wisuda. Dan pertanyaan dosen-dosen masih sama, yaitu “Kapan Gia kuliah S2? Kalau bisa secepatnya kuliah S2 di luar negeri ya! Biar kamu bisa menjadi dosen di sini juga!”
Baca juga: Selalu Ingat Dia
Tuhkan, siapa coba yang gak ngiler ditawari menjadi dosen di sana. Dengan yakin aku menjawab, “Mau, tentu mau banget, Pak! Doain ya Pak. Gia sih tergantung suami Gia nanti rida atau tidak, kalau Gia kuliah S2 di luar negeri.”
“Lho, jadi kamu ingin menikah dulu ya?” tanya salah satu dosenku.
Dengan yakin aku jawab, “Iya dong, Pak.”
“Nih ya, suami zaman sekarang tuh, pikirannya sudah banyak yang terbuka. Tenang saja, pasti diizinkan kok kamu S2 di luar negeri!” jelas dosenku.
Dari Abdullah bin Abbas r.a., dia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Maukah aku beritahukan kepadamu siapa di antara istri-istrimu yang kelak akan menjadi ahli surga?" Mereka menjawab, "Mau wahai Rasulullah." Beliau bersabda, "Seorang istri yang melimpah kasih sayangnya dan banyak anaknya. Jika dia berbuat zalim atau menjadi sasaran perbuatan zalim, dia berkata kepada suaminya, 'Ubun-ubunku berada di tanganmu, aku tidak akan merasakan tidur nyenyak sampai engkau meridaiku.'" (HR. An Nasa'i, No. 8798)
Setalah aku menimbang, Plan A (Menikah dulu, lalu S2) aku memutuskan untuk meminta izin dan berharap dari keridaan suamiku nanti. Apakah ia mengizinkan aku kuliah S2 di luar negeri atau tidak? Jika ia, alhamdulilah. Jika tidak, aku akan merayunya lagi. Apakah ia mengizinkan aku kuliah S2 di dalam negeri atau tidak? Jika ia alhamdulilah, tidak apa di dalam negeri yang penting kuliah S2. Jika tidak juga, aku akan berusaha berdiskusi dengannya. Aku akan keluarkan quote-ku yang di awal tulisan tentang menjadi ibu yang cerdas. Jika tetap tidak diizinkan juga, baiklah aku terima. Yang penting suamiku nanti meridaiku.
Lalu, Plan B (S2 dulu, baru menikah), akhir tahun aku akan berburu beasiswa LPDP. Mengincar Singapura atau Malaysia di jurusan Science Education with Information Communication and Technology. Bismillah…
Bersama Merpati di Ibrahim Al Khalil Road
Kita tunggu skenario Allah selanjutnya. Karena rencana baik dari kita belum tentu baik buat Allah, tapi yang baik menurut Allah, sudah pasti yang terbaik untuk kita.
Salam,
Segerakan!
15 Cuap Cuap
Write Cuap Cuapwah mbak saya jadi tau nih makasih sharingnya
ReplyGiaaa, kok bisa nyasar ke blog aku, ih?
ReplySeneng bisa baca blog kamu. Jadi ngerasa punya temen yang berpikir sama. :D
Btw, aku juga punya rencana bikin postingan pranikah.
Tapi..., sok sibuk. #kemudianakudikeplak
Salam kenal, Gia. :)
Aku izinin kok kamu S2 gi, hehehe
ReplyWah keren Mba Gia. Tau dengan pasti apa yang dimau, buatku itu keren banget. Plan A atau Plan B, aku ikut doakan yg terbaik ya Mba. Semoga Gusti melapangkan jalan, memberkahi selalu. Amiiinnn :)
Replytuh.. galih aja udah izinin.. :D
Replysama-sama Obat
ReplyHaiiii funy!
ReplyYuks laaaah bikin jugaaaaaa hahaha
Plisssss deh
ReplyHaha
Aamiin ya Allah
Replywaaah good luck buat S2 ataupun wacana nikahnya. yang penting selalu istiqomah di jalanNya :)
ReplyDoain yaaaaaaw
ReplyAku maunya S2 ke Jerman nanti, sama suami. Hahaha soalnya di Indonesia, kata dosenku, belum ada kampus dengan jurusan penyuntingan. Kumau jadi editor yang gak cuma bisa asal pangkas doang. Wuf~~~
ReplySukses, Kak Gia! Semoga cepat nikah sama Kak Galih hahaha
Wowwww keren banget! S2 sama suami boleh juga nih.
ReplyMasa bang Galih syiiiih -___-
Coba doanya yang bener. Ulang.
Gia
ReplySenyum senyum sendiri liat postingan lu. Unpredictable guru fisika demen dan jago mainin kata. Btw Galih teh saha?
Plan A atau B semoga segera terlaksana ya :3
Biasa ajaa my. Gue guru fisika yang kagak ada kerjaan hahaa
ReplyGalih? Lupakan. Dia mah iseng doang komen begitu.
Aamiin, ya Allah...
Terima kasih telah berkunjung. Yuk tinggalkan jejakmu!